Hukum

Kuasa Hukum KAPL Seret PBG Palembang Indah Mall Ke PTUN

1

PALEMBANG, SUMSELJARRAKPOS – Tiga warga Palembang yang tergabung dalam Komite Aksi Penyelamat Lingkungan (KPAL) resmi menggugat Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Palembang Indah Mall (PIM) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang.

Gugatan itu menyasar keputusan Wali Kota Palembang dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang dinilai mengeluarkan izin secara serampangan dan patut diduga kuat melanggar prinsip hukum lingkungan.

Hal itu diungkapkan Kuasa Hukum para penggugat, Turiman, SH saat konferensi pers, pada Rabu (25/6/2025).

Dia menyebutkan bahwa penerbitan izin tersebut sarat cacat hukum, maladministrasi, dan mengabaikan prinsip dasar perlindungan lingkungan.

“Ini bukan hanya cacat prosedur. Ini cacat hukum yang sistemik. Proyek besar diperlakukan istimewa, warga dan lingkungan dikesampingkan,” katanya.

Menurut Turiman, objek gugatan berupa PBG yang diterbitkan pada 13 Juni 2023 atas nama PT. Musi Lestari Indo Makmur dilakukan tanpa melalui tahapan konsultasi, tanpa dokumen lingkungan hidup sah, dan tanpa pelibatan masyarakat yang terdampak langsung.

Dia menyebut, PBG diterbitkan di hari yang sama saat permohonan masuk, sebuah kejanggalan serius dalam sistem perizinan yang sehat.

“Penerbitannya sembrono. Permohonan dan terbitnya PBG di tanggal yang sama menunjukkan proses yang serampangan. Tidak ada waktu untuk verifikasi teknis, apalagi partisipasi publik,” ujarnya.

Turiman mengungkap setidaknya lima yang menjadi objek gugatan ini, yakni pertama penggunaan Dasar Hukum yang Salah Kaprah. PBG tanggal 13 Juni 2023 diterbitkan mengacu pada Perpu No. 2 Tahun 2022, yang telah kehilangan daya ikat sejak terbitnya UU No. 6 Tahun 2023. Tindakan ini menunjukkan kekeliruan fatal dalam aspek legalitas normatif yang merusak kepastian hukum.

Kedua, diterbitkan tanpa tahapan prosedural. PBG terbit di hari yang sama dengan pengajuan, mengabaikan masa 28 hari kerja sesuai PP No. 16 Tahun 2021 Pasal 253 dan 254, penerbitan PBG wajib melalui 2 tahapan yaitu tahap konsultasi dan tahap penerbitan perijinan dalam kurun waktu 28 hari kerja.

Ketiga, tidak melibatkan partisipasi warga. Dalam PP No 16 Tahun 2021, konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan didasarkan pada semangat pengendalian dampak lingkungan dan pembangunan berbasis peran masyarakat.

“Namun, faktanya salah satu penggugat tinggal hanya 100 meter dari lokasi, namun tak pernah dilibatkan dalam proses sosialisasi atau konsultasi publik,”ujarnya.

Keempat, tanpa dokumen lingkungan yang sah. Luas bangunan PIM seluas 26.254 m² mewajibkan adanya AMDAL. Dokumen itu, menurut surat resmi DLH Sumsel No. 660/0570/DLHP/B.I/2025 tanggal 06 Mei 2025 tentang Penghentian Sementara Kegiatan Kontrusi PIM.

Ditemukan bukti bahwa hingga saat ini Amdal Pembangunan PIM sedang berproses dan belum selesai, sementara PBG sudah terbit dua tahun sebelumnya.

“Proyek sebesar ini dibiarkan berjalan tanpa izin lingkungan yang sah. Ini bukan hanya menyalahi hukum, tapi juga melecehkan prinsip keadilan ekologis,” katanya.

Tak hanya isi gugatan, Turiman juga menyoroti proses persidangan yang menurutnya timpang dan condong pada kepentingan pemerintah serta pengembang.

Pihaknya menduga majelis hakim membiarkan tergugat menunda-nunda proses, sembari menolak permohonan saksi dan pemeriksaan lapangan dari pihak warga.

“Permohonan kami untuk menghadirkan saksi ahli ditolak. Permintaan pemeriksaan setempat juga ditolak. Bukti asli yang kami minta dari pemerintah tidak dihadirkan. Di sisi lain, tergugat diberi kelonggaran tanpa batas. Ini bukan lagi peradilan yang netral,” ujarnya.

Turiman menegaskan, gugatan ini bukan bentuk penolakan terhadap pembangunan, melainkan peringatan terhadap kekuasaan yang berjalan tanpa legitimasi hukum.

“Bangunan fisik yang berdiri tanpa legitimasi hanya jadi simbol kuasa, bukan hasil dari sistem hukum yang sehat,” katanya.

Turiman pun mengajak publik, pegiat lingkungan, dan organisasi masyarakat sipil untuk turut mengawasi dan melawan praktik perizinan yang melabrak hukum dan mencederai lingkungan.

“Hukum dan kekuasaan tidak netral secara moral. Ketika pejabat dan pengusaha kebal prosedur, saat itulah negara hukum kehilangan maknanya,” tutup Turiman.

Hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen Palembang Indah Mall belum memberikan tanggapan atas gugatan tersebut. Upaya konfirmasi melalui pesan dan sambungan telepon belum direspons. ***

 

Exit mobile version