MUSI RAWAS, SUMSELJARRAKPOS.com-
Penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan seragam sekolah senilai Rp11,6 miliar di Dinas Pendidikan (Disdik) Musi Rawas masih jalan di tempat. Hingga kini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Musi Rawas belum menetapkan satu pun tersangka, meski kasus ini sudah masuk tahap penyidikan.
Plt Kepala Kejari Musi Rawas, Abu Nawas, SH, MH, saat dikonfirmasi, Rabu (4/6/2025), menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumsel.
“Kalau niat hati ingin cepat, tentu bisa langsung ditindaklanjuti. Tapi proses audit BPKP tetap harus dilalui untuk memastikan nilai kerugian negara,” ujarnya singkat melalui tautan visual berisi pernyataan resmi.
Dihimpun dari berbagai sumber diketahui bahwa kasus ini telah naik ke tahap penyidikan. Tim Pidana Khusus Kejari Musi Rawas bahkan telah menggeledah Kantor Disdik dan BPKAD setempat. Sekitar 20 orang saksi telah diperiksa, termasuk pihak ketiga dan sejumlah pejabat pengguna anggaran. Perkara ini juga telah diekspos ke Kejati Sumsel dan BPKP. Namun demikian, belum ada penetapan tersangka hingga saat ini.
Pengamat anggaran, Aak Camil, menilai lambannya penanganan kasus ini menimbulkan kecurigaan.
“Kalau sudah penyidikan, penggeledahan dilakukan, dan 20 saksi diperiksa tapi belum ada tersangka, publik patut bertanya-tanya. Jangan sampai ini jadi bentuk pengaburan perkara,” ujarnya, Kamis (5/6/2025).
Anggaran Miliaran, Penegakan Hukum Goyah?
Kasus ini menyangkut pengadaan seragam SD dan SMP tahun anggaran 2023 dengan total nilai Rp11.607.000.000. Rinciannya sebagai berikut:
Seragam SD (APBD): 12.906 pcs – Rp3.871.800.000
Seragam SMP (APBD): 9.118 pcs – Rp2.735.400.000
Seragam SD (DAU APBN): 6.666 pcs – Rp1.999.800.000
Seragam SMP (DAU APBN): 10.000 pcs – Rp3.000.000.000
Anggaran tersebut bersumber dari kombinasi APBD dan APBN. Proyek telah berjalan, namun muncul dugaan adanya penyimpangan. Meski uang negara telah dikeluarkan, belum ada pihak yang dimintai pertanggungjawaban hukum.
Audit Bukan Syarat Mutlak Penetapan Tersangka
Menurut Aak Camil, Kejari seharusnya bisa menetapkan tersangka meski hasil audit BPKP belum rampung, asalkan unsur pidana telah terpenuhi. Ia merujuk pada Pasal 184 Ayat (1) KUHAP yang menyebut bahwa penetapan tersangka cukup didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah, seperti:
Keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
“Audit BPKP hanyalah salah satu bentuk keterangan ahli, bukan syarat utama. Jika sudah ada minimal dua alat bukti yang sah, kejaksaan berwenang menetapkan tersangka,” tegasnya.
Ia pun mempertanyakan langkah Kejari Mura dalam menangani perkara ini.
“Apakah Kejaksaan benar-benar belum memiliki cukup alat bukti? Atau justru ada sesuatu yang sengaja ditunda?” pungkas Aak. (Snd)