PALEMBANG, SUMSELJARRAKPOS – Komite Film Dewan Kesenian Palembang (DKP) menggelar workshop penyutradaraan dan pemutaran film sebagai bagian dari rangkaian Sepekan Seni, bertempat di Gedung Kesenian Palembang, Senin (21/10/2024).
Workshop ini dipandu oleh Indah Septi Eliani, sutradara asal Palembang yang merupakan lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Dalam sesi tersebut, Indah membagikan langkah-langkah dalam proses penyutradaraan, mulai dari tahap awal hingga penyelesaian produksi film.
Rifqi Mardani, Koordinator Komite Film DKP, menjelaskan bahwa workshop ini bertujuan untuk membekali sineas muda dengan keterampilan dasar dalam penyutradaraan.
“Selain workshop, kami juga memutar tiga film—dua di antaranya film lokal, serta satu film dari komunitas sahabat serumpun di Riau,” jelas Rifqi.
Film-film yang diputar mencakup satu film fiksi pendek dan satu film dokumenter berdurasi 20 menit dari Palembang, serta film pendek dari Riau yang menambah variasi tontonan.
Acara ini menarik sekitar 60 hingga 70 peserta, termasuk anggota komunitas film, mahasiswa, dan pelajar dari berbagai sekolah di Palembang.
Antusiasme tinggi terlihat dari para peserta yang berharap kegiatan serupa lebih sering diadakan. Mereka menilai bahwa Palembang masih minim ruang diskusi dan pemutaran film dibandingkan kota-kota besar lainnya.
“Ruang diskusi seperti ini berpotensi melahirkan karya-karya besar,” ujar salah satu peserta.
Ia berharap kegiatan ini mampu memacu sineas muda di Palembang untuk berkarya dan berkontribusi dalam pengembangan industri film lokal.
Sementara itu, sejarawan Kemas Ari Panji turut memberikan apresiasi atas pemutaran film dokumenter berjudul Lima Masjid Tua di Palembang, yang diproduksi oleh BPK Wilayah 6.
Dokumenter ini mengangkat kisah lima masjid bersejarah di Palembang, seperti Masjid Ki Marogan, Masjid Lawang Kidul, Masjid Al-Mahmudiah (Masjid Suro), Masjid Agung (Masjid Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo), dan Masjid Sungai Lumpur.
“Film ini sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk mengenal dan memahami sejarah masjid-masjid bersejarah di Palembang,” jelas Kemas.
Menurutnya, film ini merangkum secara komprehensif lima masjid tertua di kota tersebut, yang mungkin selama ini hanya dikenal secara terpisah oleh masyarakat.
Ia menambahkan bahwa meskipun masih ada masjid tua lainnya, film ini fokus pada masjid yang memiliki nilai sejarah paling kuat.
Kemas juga menekankan pentingnya pembelajaran sejarah melalui karya visual seperti dokumenter ini, karena masjid-masjid tersebut adalah cagar budaya yang perlu dilestarikan.
“Masjid-masjid ini tidak hanya berusia tua, tetapi juga berperan penting sebagai pusat dakwah dan pendidikan. Karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk menjaga dan melestarikannya,” tambah Kemas.
Film dokumenter ini dianggap layak ditonton oleh masyarakat Palembang untuk menambah wawasan sejarah lokal.
Kemas juga menyampaikan ucapan selamat kepada tim produksi dan menambahkan bahwa sebagai sejarawan, perannya sebagai narasumber tidak terlalu sulit, namun ia mengakui bahwa tantangan lebih mungkin dirasakan oleh mereka yang bukan berlatar belakang sejarah.
“Selamat kepada tim produksi. Film ini memberikan kontribusi besar dalam memperkenalkan sejarah penting di Palembang,” tutup Kemas. (*)