PALEMBANG, SUMSELJARRAKPOS —Suasana Graha Taman Budaya Sriwijaya, Kamis (18/9/2025), siang itu terasa berbeda. Iringan musik tradisional berpadu dengan denting gitar modern, sementara tubuh-tubuh penari lincah mengolah ruang.
Dari panggung, seolah terdengar bisikan leluhur. Inilah “Sardundun: Suara dari Atap Rumah”, karya tari terbaru yang dihadirkan Saudanceproject.idn bersama Balai Pelestari Kebudayaan (BPK) Wilayah VI.
Karya ke-16 koreografer muda Sonia Anisah Utami ini bukan sekadar pertunjukan tari. Ia menghadirkan refleksi batin masyarakat Semende komunitas di dataran tinggi Sumatera Selatan yang menjadikan rumah sebagai simbol doa, kebersamaan, dan rasa syukur.
“Rumah bagi masyarakat Semende bukan hanya bangunan fisik, tetapi ruang kehidupan. Dari atap lahir doa, dari lantai tumbuh kebersamaan, dan di dinding terpatri rasa syukur,” kata Sonia.
Tradisi Bertemu Kontemporer
Dalam pertunjukan ini, Sonia meramu gerak kuntau, sastra Sardundun, dan musik tradisional Semende dengan sentuhan kontemporer. Panggung pun menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini.
Tak hanya menyuguhkan koreografi, karya ini juga membawa pesan spiritual: rumah adalah wujud keseimbangan antara manusia, masyarakat, dan alam. Namun di balik itu, terselip kegelisahan bagaimana bila tradisi perlahan memudar?
“Ini bukan sekadar selebrasi, melainkan doa agar Sardundun tetap hidup di hati generasi baru,” ujar Sonia usai pementasan.
Kekuatan Kolektif
Pertunjukan lahir berkat kerja kolektif lintas disiplin. Hasan menata skenografi yang menghadirkan nuansa rumah Semende di atas panggung.
Rio Eka Putra menggarap komposisi musik dengan memadukan instrumen tradisional dan modern. Sementara itu, Irfan Kurniawan memastikan produksi berjalan harmonis.
Para penampil : Kgs M. Rosyid Rouuf, Achmad Iqbal, Sapfiaji, Naufal Zhoriffala Chaniago, Rifaldi, Muhammad Arief Wicaksono, dan Dili Sabari Ramadhan menyuguhkan tubuh yang bercerita, seakan menjadi medium suara leluhur.
Nuansa pertunjukan makin kaya dengan hadirnya ensambel gitar dari Program Studi Seni Pertunjukan Universitas PGRI Palembang di bawah arahan Silo Siswanto.
Dukungan dan Harapan
Acara ini didukung berbagai lembaga, mulai dari Dewan Kesenian Palembang (DKP), Dewan Kesenian Sumatera Selatan (DKSS), Komunitas Seniman Tari (Kasta) Sumsel, Yayasan Lacak Budaya Sriwijaya, Dinas Kebudayaan Palembang, hingga Taman Budaya Sriwijaya.
Kepala BPK Wilayah VI, Kristanto Januradi, melalui perwakilannya, Dedi Afrianto, menegaskan pentingnya program fasilitasi seni lintas generasi.
“Seni tradisi harus bertahan dan direvitalisasi, sementara seni kekinian perlu ruang tumbuh. Pertunjukan seperti ‘Sardundun’ membuktikan keduanya bisa berjalan beriringan,” ujarnya.
Ketua DKP, M. Nasir, yang turut hadir, menyampaikan apresiasi sekaligus menandai dukungan komunitas seni Palembang atas karya yang berakar pada denyut tradisi.
Hadir pula perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel, Agung Saputr (Kabid Kebudayaan), Ketua Kasta Sumsel M. Imansyah, Ketua Satapa Palembang Heri, Ketua Sanggar Dinda Bestari M. Nurdin, serta Ketua Prodi Seni Pertunjukan Universitas PGRI Palembang A. Heriyanto.
Tradisi yang Terus Berdetak
Bagi penonton, tepuk tangan panjang di akhir pertunjukan bukan hanya bentuk apresiasi. Ia adalah tanda bahwa tradisi Semende meski lahir dari tanah tinggi nan jauh masih berdetak kuat di jantung Palembang.