Hukum & Kriminal

Ternyata Nilai Lelang BRI di Bawah NJOP, Ini Penjelasan Kuasa Hukum!

5

PALEMBANG, SUMSELJARRAKPOS – Sengketa lelang aset hotel yang diduga dilelang tanpa sepengetahuan pemilik (Debitur) bank BRI, kini tengah bergulir ke Pengadilan Negeri (PN) Palembang, pada Senin (5/5/2025).

Gugatan tersebut diajukan oleh pihak Fitriyanti sebagai penggugat dan yang menjadi tergugat pihak pemilik aset hotel Tina Francisco dan turut tergugat l KPKNL Palembang , turut tergugat ll Pihak Bank BRI, turut tergugat lll BPN Kota Palembang.

Kuasa hukum penggugat, Lani Novriansyah, SH, mempertanyakan keabsahan proses lelang aset hotel yang dipermasalahkan, terutama karena hingga saat ini belum ada risalah lelang resmi yang diberikan kepada pihak terkait.

“Kami mempertanyakan siapa sebenarnya pemenang lelang, dan kenapa risalah lelang tak kunjung disampaikan. Ini menimbulkan tanda tanya besar terkait transparansi dan legalitasnya,” ujar dalam keterangan tertulisnya, pada Rabu (7/5/2025).

Tak hanya itu, Lani juga menyoroti isu krusial: adanya informasi bahwa uang sebesar Rp3 miliar telah disiapkan sebelum lelang dilaksanakan. Jika benar, maka patut diduga ada permainan di balik proses tersebut.

“Kalau benar uang sebesar itu sudah ‘disiapkan di atas meja’ sebelum proses resmi dilakukan, tentu menimbulkan kecurigaan publik. Ada potensi pelanggaran terhadap prinsip keadilan dan keterbukaan,” tegasnya.

Lani juga menyampaikan pembatalan lelang eksekusi hak tanggungan mengacu pada putusan Mahkamah Agung Nomor 2868/ptdh/2018. Sehingga lelang tersebut dinilai cacat prosedur dan merugikan debitur.

“Artinya, kuat dugaan jika lelang bertentangan dengan Permenkeu dan dilakukan tanpa memperhatikan itikad baik kliennya yang ingin melunasi kewajiban,”jelasnya

“Klien kami ingin melunasi, tapi ditolak oleh pihak bank. Selain itu, nilai objek lelang juga sangat rendah, bahkan di bawah NJOP. Ini bentuk ketidakadilan,” tambahnya dengan tegas.

Lani menilai putusan MA menjadi koreksi atas arogansi lembaga keuangan yang mengabaikan hak debitur. “Lelang seperti ini wajib dibatalkan demi hukum,” katanya.

Bukan hanya itu, Kuasa hukum menegaskan bahwa tanggung jawab utama dalam perkara ini tetap ada pada Tergugat 1, yang merupakan debitur sekaligus pemilik aset.

Pihaknya juga menunggu hasil mediasi pada 15 Mei mendatang guna memperoleh kejelasan lebih lanjut.

Sebelumnya, dalam pernyataan persnya disebutkan pada Mattanews, pihak tergugat, Tina Francisco, pemilik Hotel Barlian di kawasan KM 9 Palembang turut memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa dari awal sudah menyampaikan kepada pihak Bank BRI bahwa aset rumah yang berdiri di atas lahan hotel tidak termasuk dalam objek agunan.

“Walau SHM belum sempat saya pecah, saya sudah beri tahu sejak awal bahwa rumah tidak ikut dijual. Itu sudah saya sampaikan kepada pihak bank,” ujar Tina pada Senin (5/5/2025).

Tina mengaku sempat beritikad baik menyelesaikan masalah ini di luar jalur perdata. Namun, dirinya kaget ketika pihak Bank BRI menyatakan lelang dilakukan secara tertutup dan sangat dirahasiakan.

“Reza dari Bank BRI bilang ke saya bahwa proses lelang sudah selesai, tapi saya tidak tahu siapa pemenangnya. Bahkan saat saya bilang dapat dana dan siap bayar, dia tetap minta Rp3 miliar dibawa cash ke bank. Itu aneh dan tidak logis,” jelas Tina.

Ia juga mengungkap kekesalan terhadap sikap yang menurutnya tidak profesional dari oknum pegawai bank. “Saya bukan tidak mau bayar. Tapi cara mereka memperlakukan saya sebagai nasabah sangat tidak manusiawi,” katanya.

Klarifikasi BRI Cabang Palembang 

Menanggapi polemik ini, Pemimpin Cabang BRI Palembang Sriwijaya, Pranathan Triatmojo, menegaskan bahwa proses lelang sudah dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Ia menyatakan bahwa eksekusi lelang melalui KPKNL Palembang telah dilaksanakan berdasarkan Pasal 6 UU Hak Tanggungan dengan metode open bidding.

“Proses lelang terbuka dan dapat diakses masyarakat luas melalui situs resmi pemerintah www.lelang.go.id, serta diumumkan di media cetak. Tidak ada yang ditutup-tutupi,” ujar Pranathan dalam keterangan persnya yang disebutkan pada mattanews, Selasa (6/5/2025).

Terkait isu permintaan uang tunai Rp3 miliar, Pranathan menepisnya. “Itu tuduhan tidak berdasar. BRI selalu memberikan kesempatan kepada debitur untuk menyelesaikan kewajibannya sampai jelang lelang. Dan kami berkomitmen terhadap prinsip zero tolerance terhadap pelanggaran,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa BRI beroperasi dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).

Menanti Putusan dan Langkah Penegak Hukum!

Dengan makin panasnya konflik ini, publik menanti sikap tegas dari aparat penegak hukum dan otoritas keuangan. Jika terbukti ada pelanggaran, baik dalam bentuk penggelapan hak, penyalahgunaan wewenang, maupun tindakan manipulatif lainnya, maka proses pidana dan perdata harus ditegakkan.

Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi integritas lembaga perbankan, tetapi juga cermin sejauh mana hukum benar-benar melindungi hak-hak debitur dari kemungkinan penyimpangan prosedur yang bisa merugikan.

Sementara itu, semua mata tertuju pada sidang mediasi 15 Mei mendatang momen yang bisa jadi titik terang atau justru memperdalam krisis kepercayaan publik terhadap sistem lelang agunan di Indonesia. ***

Exit mobile version