PALEMBANG, SUMSELJARRAKPOS– Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Sumatera Selatan mengecam tindakan represif aparat Kepolisian Resor Bima terhadap enam mahasiswa yang ditangkap saat aksi unjuk rasa di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
Sekretaris PKC PMII Sumsel, M. Eko Wahyudi, dalam keterangan tertulis di Palembang, Sabtu, menyatakan bahwa kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin konstitusi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Penangkapan terhadap enam mahasiswa tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara,” ujarnya dalam rilisnya, Minggu (01/6/25).
Eko menambahkan, tindakan aparat kepolisian bertolak belakang dengan prinsip asas praduga tak bersalah.
“Setiap warga negara yang diduga melakukan pelanggaran hukum harus diproses secara adil, transparan, dan tidak represif,”ujarnya
Aksi mahasiswa tersebut, menurut dia, bertujuan menyuarakan aspirasi masyarakat terkait pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) Provinsi Pulau Sumbawa.
Menurut laporan yang diterima, aksi awal dilakukan di Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima, namun dibubarkan oleh aparat hingga memicu ketegangan. Massa aksi kemudian melanjutkan demonstrasi di depan Kampus STKIP Taman Siswa Bima.
Ketua PB PMII Bidang Organisasi Kemahasiswaan dan Pemuda (OKP), Muhamtashir, menyayangkan tindakan aparat yang dinilainya berlebihan.
“Aksi ini merupakan bentuk kepedulian mahasiswa terhadap pembangunan daerah. Seharusnya aparat mengedepankan pendekatan persuasif, bukan represif,” kata Muhamtashir.
PB PMII juga menyoroti adanya tuduhan perusakan fasilitas umum yang diarahkan kepada peserta aksi. Pihaknya menegaskan bahwa proses hukum tetap harus menjunjung asas praduga tak bersalah.
Atas insiden tersebut, PB PMII Bidang OKP menyampaikan empat poin pernyataan sikap, yakni: pertama, menuntut pembebasan enam mahasiswa yang ditahan, kedua, menyatakan bahwa unjuk rasa merupakan hak konstitusional warga negara.
Ketiga, mendesak aparat kepolisian mengedepankan pendekatan humanis dan dialogis dalam penanganan aksi dan keempat menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap gerakan mahasiswa.
Muhamtashir menegaskan bahwa suara mahasiswa merupakan bagian dari kekuatan moral bangsa dalam mengawal demokrasi. **