Oleh
Firdaus Hasbullah, SH., MH
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir
SUMSELJARRAKPOS – Dalam beberapa tahun terakhir, denyut pembangunan di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) terasa kian hidup. Jalan diperbaiki, infrastruktur bertambah, dan ruang publik mulai tertata. Semua itu, tentu saja, bukan buah tangan satu orang.
Dia lahir dari kerja panjang banyak pihak, dari kebijakan yang dirintis pemimpin sebelumnya, hingga tangan-tangan pelaksana di lapangan yang tak pernah berhenti bergerak.
Pergantian kepala daerah adalah keniscayaan dalam demokrasi. Setiap pemimpin baru datang dengan visi segar, membawa semangat perubahan, dan harapan publik pun terbangun kembali.
Namun, kepemimpinan sejati tidak mengukur dirinya semata dari seberapa besar ia mengubah. Ia juga tercermin dari kebijaksanaan dalam merawat dan menyempurnakan yang sudah baik.
Seorang kepala daerah selalu dihadapkan pada dua jalan: membongkar semua warisan pendahulu dan memulai dari nol, atau merawat fondasi yang telah diletakkan lalu membangunnya lebih tinggi.
Pemimpin yang arif akan memilih yang kedua. Sebab pohon besar tidak tumbuh karena menebang yang lama, melainkan karena akarnya yang kuat tetap dijaga hingga rimbun dan berbuah.
Kepemimpinan yang matang tidak terjebak pada lomba ego atau sekadar meninggalkan jejak pribadi. Ia tumbuh menjadi pelindung dan penguat kebijakan pro-rakyat yang sudah berjalan baik.
Ia menyelaraskan visi barunya tanpa meruntuhkan visi yang lama. Dari sanalah lahir kesinambungan: anggaran tidak terguncang, kebijakan tidak tumpang tindih, dan yang terpenting, kepercayaan rakyat tetap terjaga.
Masyarakat Kabupaten PALI tentu akan mencatat semua pemimpin baik yang dulu maupun yang kini sebagai bagian dari sejarah kemajuan.
Mereka akan mengerti bahwa pembangunan yang kondusif lahir dari penghormatan terhadap kerja pendahulu, dibarengi keberanian untuk melanjutkan dan menyempurnakan.
Gaya kepemimpinan menjadi modal dasar untuk menunaikan ekspektasi publik. Pemimpin yang bijak tak tergoda menghabiskan energi pada panggung seremonial.
Ia memilih langkah fundamental membenahi dari akar, membangun tanpa gaduh, dan bekerja agar manfaat terasa langsung di tengah masyarakat.
Sebab pada akhirnya, marwah kepemimpinan bukan diukur dari seberapa keras ia mengguncang, melainkan dari seberapa teguh ia menjaga dan menumbuhkan.