Opini & Tajuk

Analisis Usulan Perpanjangan Masa Kepengurusan KONI dari 4 Tahun Menjadi 6 Tahun

1

PALEMBANG, SUMSEL JARRAKPOS, Usulan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KONI terkait perpanjangan masa kepengurusan dari 4 tahun menjadi 6 tahun merupakan isu yang kompleks dan memerlukan analisis mendalam dari berbagai aspek. Berikut adalah argumentasi dan ulasan detail terkait hal tersebut:

Landasan Hukum dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan:

1. UU No. 11 Tahun 2024 tentang Keolahragaan: Undang-undang ini merupakan landasan utama dalam mengatur sistem keolahragaan nasional. secara eksplisit UU ini tidak mengatur atau memberikan batasan mengenai masa kepengurusan organisasi olahraga seperti KONI. Jika tidak ada pengaturan eksplisit, maka AD/ART KONI memiliki ruang untuk mengatur hal tersebut, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam UU.

2. Peraturan Pemerintah (PP): PP merupakan turunan dari UU dan berfungsi untuk menjabarkan lebih lanjut ketentuan-ketentuan dalam UU. Jika PP tidak mengatur secara spesifik mengenai masa kepengurusan KONI, maka AD/ART KONI memiliki otonomi untuk mengaturnya.

3. AD/ART KONI: AD/ART merupakan aturan internal organisasi yang mengatur tata cara organisasi, termasuk masa kepengurusan. Perubahan AD/ART harus dilakukan melalui mekanisme yang sah sesuai dengan AD/ART itu sendiri, seperti melalui Musyawarah Nasional (Munas) atau forum sejenis.

Analisis Argumentasi Mendukung Perpanjangan Masa Kepengurusan:

1. Efektivitas Program: Masa kepengurusan 4 tahun dinilai terlalu singkat untuk menjalankan program-program pembinaan dan pengembangan olahraga secara berkelanjutan. Dengan masa kepengurusan 6 tahun, diharapkan pengurus memiliki waktu yang lebih memadai untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program tersebut.

2. Stabilitas Organisasi: Perpanjangan masa kepengurusan dapat menciptakan stabilitas organisasi yang lebih baik. Pergantian pengurus yang terlalu sering dapat menyebabkan terganggunya kesinambungan program dan kebijakan organisasi.

3. Pengalaman dan Keahlian: Pengurus yang menjabat lebih lama akan memiliki pengalaman dan keahlian yang lebih mendalam dalam mengelola organisasi dan menghadapi berbagai tantangan di bidang keolahragaan.

4. Kesesuaian dengan Praktik Internasional: Beberapa organisasi olahraga internasional memiliki masa kepengurusan yang lebih panjang dari 4 tahun. Hal ini dapat menjadi referensi bagi KONI untuk menyesuaikan masa kepengurusannya agar lebih selaras dengan praktik internasional.

Analisis Argumentasi Menentang Perpanjangan Masa Kepengurusan:

1. Regenerasi Kepemimpinan: Masa kepengurusan yang terlalu lama dapat menghambat regenerasi kepemimpinan dalam organisasi. Hal ini dapat menyebabkan stagnasi dan kurangnya inovasi dalam pengelolaan organisasi.

Penangkal argumentasi yang menentang perpanjangan masa kepengurusan KONI dari 4 tahun menjadi 6 tahun di bidang regenerasi kepemimpinan dapat disusun dengan menekankan beberapa poin berikut:

– Mekanisme Kaderisasi yang Efektif: Perpanjangan masa kepengurusan dapat diimbangi dengan program kaderisasi yang sistematis dan berkelanjutan. Program ini bertujuan untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin baru yang kompeten dan berintegritas. Kaderisasi dapat dilakukan melalui pelatihan, mentoring, dan penugasan dalam berbagai bidang organisasi.

Dengan demikian, perpanjangan masa kepengurusan tidak menghambat munculnya pemimpin baru, tetapi justru memberikan waktu yang lebih panjang untuk mempersiapkan mereka.

– Evaluasi Kinerja yang Ketat: Perpanjangan masa kepengurusan harus disertai dengan mekanisme evaluasi kinerja yang ketat dan transparan. Evaluasi ini dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa pengurus yang menjabat benar-benar memberikan kontribusi positif bagi organisasi. Jika kinerja pengurus tidak memuaskan, maka mereka dapat diganti meskipun masa jabatannya belum berakhir.

– Pembatasan Jabatan: Meskipun masa kepengurusan diperpanjang, pembatasan jabatan tetap perlu diterapkan. Misalnya, seseorang hanya boleh menjabat sebagai ketua umum KONI maksimal dua periode, meskipun setiap periode berlangsung selama 6 tahun. Hal ini untuk mencegah terjadinya dominasi kekuasaan oleh satu orang atau kelompok tertentu.

– Peningkatan Partisipasi Anggota: Perpanjangan masa kepengurusan harus diimbangi dengan peningkatan partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan. Anggota harus diberikan kesempatan untuk memberikan masukan, kritik, dan saran terhadap kinerja pengurus. Hal ini dapat dilakukan melalui forum-forum diskusi, survei, atau mekanisme lainnya.

Dengan demikian, pengurus akan lebih akuntabel dan responsif terhadap kebutuhan anggota.

– Regulasi yang Jelas dan Tegas: Perpanjangan masa kepengurusan harus diatur dalam regulasi yang jelas dan tegas, termasuk AD/ART KONI. Regulasi ini harus mengatur tentang mekanisme pemilihan pengurus, evaluasi kinerja, pembatasan jabatan, dan partisipasi anggota. Dengan adanya regulasi yang jelas, perpanjangan masa kepengurusan tidak akan menimbulkan konflik atau penyalahgunaan kekuasaan.

Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut, perpanjangan masa kepengurusan KONI dari 4 tahun menjadi 6 tahun tidak akan menghambat regenerasi kepemimpinan, tetapi justru dapat memberikan manfaat bagi organisasi. Perpanjangan masa kepengurusan memberikan stabilitas dan kontinuitas dalam pengelolaan organisasi, serta memberikan waktu yang lebih panjang untuk melaksanakan program-program yang telah direncanakan. Namun, perpanjangan masa kepengurusan juga harus diimbangi dengan mekanisme pengawasan dan evaluasi yang ketat untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

Penting untuk dicatat bahwa efektivitas penangkal argumentasi ini sangat bergantung pada implementasi yang konsisten dan transparan dari mekanisme-mekanisme yang disebutkan di atas. Tanpa adanya komitmen yang kuat dari seluruh anggota organisasi, perpanjangan masa kepengurusan justru dapat menjadi bumerang yang merugikan KONI.

2. Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan: Masa kepengurusan yang panjang dapat meningkatkan potensi penyalahgunaan kekuasaan dan praktik korupsi. Pengurus yang menjabat terlalu lama mungkin merasa memiliki kekuasaan yang absolut dan tidak terkontrol.

Untuk menangkal argumentasi yang menentang perpanjangan masa kepengurusan KONI dari 4 tahun menjadi 6 tahun, khususnya terkait potensi penyalahgunaan kekuasaan, beberapa langkah dan mekanisme dapat diterapkan:

– Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas: Masa jabatan yang lebih panjang harus diimbangi dengan mekanisme pengawasan yang lebih ketat. Ini bisa dilakukan dengan membentuk komite independen yang bertugas mengawasi kinerja pengurus KONI, termasuk pengelolaan keuangan dan pelaksanaan program. Laporan keuangan dan kegiatan harus diaudit secara berkala oleh auditor eksternal yang kredibel. Selain itu, perlu ada mekanisme pelaporan dan penanganan pengaduan yang efektif bagi anggota dan masyarakat untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan kekuasaan.

– Kode Etik dan Tata Kelola yang Baik: KONI harus memiliki kode etik yang jelas dan tegas, serta sistem tata kelola yang baik (good governance). Kode etik ini harus mengatur perilaku pengurus, mencegah konflik kepentingan, dan memastikan pengambilan keputusan yang transparan dan akuntabel. Sistem tata kelola yang baik mencakup proses pengambilan keputusan yang partisipatif, pengelolaan risiko yang efektif, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

– Rotasi Jabatan dan Pembatasan Kekuasaan: Meskipun masa kepengurusan diperpanjang, rotasi jabatan di antara pengurus dapat membantu mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Misalnya, seseorang tidak boleh menduduki jabatan yang sama terlalu lama. Selain itu, perlu ada pembatasan kekuasaan bagi setiap pengurus, sehingga tidak ada satu orang pun yang memiliki kendali penuh atas organisasi.

– Partisipasi Aktif Anggota: Anggota KONI harus diberikan kesempatan yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan pengawasan. Ini bisa dilakukan melalui forum-forum diskusi, survei, atau mekanisme lainnya. Dengan demikian, pengurus akan lebih akuntabel dan responsif terhadap kebutuhan anggota. Partisipasi aktif anggota juga dapat membantu mencegah terjadinya praktik-praktik yang tidak sehat dalam organisasi.

– Transparansi Informasi: Informasi mengenai kegiatan, keuangan, dan pengambilan keputusan KONI harus tersedia secara terbuka bagi anggota dan masyarakat. Ini bisa dilakukan melalui website, media sosial, atau publikasi berkala. Transparansi informasi akan meningkatkan akuntabilitas pengurus dan mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan secara tersembunyi.

– Sanksi yang Tegas: Harus ada sanksi yang tegas bagi pengurus yang terbukti melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Sanksi ini bisa berupa teguran, skorsing, atau pemberhentian dari jabatan. Penegakan sanksi harus dilakukan secara adil dan konsisten untuk memberikan efek jera bagi pengurus lainnya.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, perpanjangan masa kepengurusan KONI dapat diimbangi dengan mekanisme pengawasan dan pengendalian yang efektif, sehingga potensi penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalkan. Penting untuk diingat bahwa keberhasilan langkah-langkah ini sangat bergantung pada komitmen dan integritas seluruh anggota organisasi.

Tidak adanya batasan masa jabatan dapat menyebabkan dominasi kekuasaan, politik transaksional, pelemahan pengawasan, pengabaian kepentingan rakyat, dan kurangnya inovasi. Oleh karena itu, pembatasan masa jabatan menjadi penting untuk memastikan demokrasi yang sehat dan berkelanjutan .

3. Kurangnya Akuntabilitas: Masa kepengurusan yang panjang dapat mengurangi akuntabilitas pengurus terhadap anggota organisasi. Pengurus mungkin merasa tidak perlu mempertanggungjawabkan kinerjanya secara berkala.

Untuk mengatasi argumen yang menentang perpanjangan masa jabatan kepengurusan KONI dari 4 menjadi 6 tahun, terutama terkait dengan isu kurangnya akuntabilitas, beberapa langkah strategis dapat diimplementasikan:

– Penguatan Mekanisme Pengawasan Internal dan Eksternal: Akuntabilitas dapat ditingkatkan dengan memperkuat mekanisme pengawasan yang ada. Pengawasan internal dapat dilakukan melalui pembentukan komite audit independen yang bertugas memantau kinerja pengurus dan pengelolaan keuangan. Pengawasan eksternal dapat melibatkan auditor independen untuk melakukan audit berkala terhadap laporan keuangan KONI. Hasil audit ini harus dipublikasikan secara transparan kepada seluruh anggota dan pemangku kepentingan terkait.

– Implementasi Kode Etik dan Pedoman Perilaku: KONI harus memiliki kode etik yang jelas dan tegas, serta pedoman perilaku yang mengatur tindakan dan perilaku pengurus. Kode etik ini harus mencakup prinsip-prinsip integritas, transparansi, dan akuntabilitas. Pelanggaran terhadap kode etik harus ditindaklanjuti dengan sanksi yang tegas dan proporsional.

– Peningkatan Transparansi Informasi Publik: Informasi mengenai kegiatan, program, anggaran, dan laporan keuangan KONI harus tersedia secara terbuka bagi publik. Ini dapat dilakukan melalui situs web resmi KONI, media sosial, atau publikasi berkala. Transparansi informasi akan memungkinkan masyarakat untuk memantau kinerja KONI dan memberikan umpan balik yang konstruktif.

– Partisipasi Aktif Anggota dan Pemangku Kepentingan: Anggota KONI dan pemangku kepentingan lainnya harus diberikan kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan pengawasan. Ini dapat dilakukan melalui forum diskusi, konsultasi publik, atau mekanisme lainnya. Partisipasi aktif akan meningkatkan akuntabilitas pengurus dan memastikan bahwa keputusan yang diambil sesuai dengan kepentingan seluruh anggota dan pemangku kepentingan.

– Evaluasi Kinerja Berkala: Kinerja pengurus KONI harus dievaluasi secara berkala berdasarkan indikator kinerja utama (KPI) yang jelas dan terukur. Hasil evaluasi ini harus dipublikasikan dan digunakan sebagai dasar untuk perbaikan kinerja di masa mendatang. Evaluasi kinerja dapat dilakukan oleh komite independen atau konsultan eksternal.

– Mekanisme Pelaporan dan Penanganan Pengaduan: KONI harus memiliki mekanisme pelaporan dan penanganan pengaduan yang efektif dan mudah diakses. Mekanisme ini harus memungkinkan anggota dan masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan oleh pengurus. Setiap laporan harus ditindaklanjuti secara cepat dan profesional.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, perpanjangan masa jabatan pengurus KONI dapat diimbangi dengan peningkatan akuntabilitas yang signifikan. Hal ini akan memastikan bahwa KONI dikelola secara profesional, transparan, dan bertanggung jawab, serta mampu mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Penting untuk diingat bahwa keberhasilan langkah-langkah ini sangat bergantung pada komitmen dan integritas seluruh anggota organisasi.

4. Kesesuaian dengan Semangat Reformasi: Semangat reformasi dalam bidang keolahragaan adalah menciptakan organisasi yang transparan, akuntabel, dan demokratis. Masa kepengurusan yang terlalu panjang dapat bertentangan dengan semangat reformasi tersebut.

Untuk menanggapi argumen yang menentang perpanjangan masa jabatan kepengurusan KONI dari 4 tahun menjadi 6 tahun, khususnya dalam kaitannya dengan semangat reformasi, beberapa poin berikut dapat dijadikan penangkalan:

– Reformasi membutuhkan stabilitas dan kesinambungan: Semangat reformasi tidak hanya tentang perubahan yang cepat, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang lebih baik dan berkelanjutan. Perpanjangan masa jabatan dapat memberikan stabilitas yang diperlukan untuk melaksanakan program-program reformasi yang telah direncanakan dan dimulai. Dengan waktu yang lebih panjang, pengurus dapat fokus pada implementasi jangka panjang tanpa terganggu oleh persiapan pemilihan kepengurusan baru setiap 4 tahun.

– Evaluasi kinerja yang ketat: Perpanjangan masa jabatan harus diiringi dengan mekanisme evaluasi kinerja yang ketat dan transparan. Jika kinerja pengurus terbukti baik dan sesuai dengan tujuan reformasi, maka perpanjangan masa jabatan dapat dibenarkan. Namun, jika kinerja buruk, pengurus harus diganti meskipun masa jabatannya belum berakhir. Evaluasi ini harus melibatkan pihak eksternal yang independen dan kredibel.

– Regenerasi kepemimpinan yang terencana: Perpanjangan masa jabatan tidak berarti menghambat regenerasi kepemimpinan. KONI dapat merencanakan program kaderisasi yang sistematis untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin baru. Program ini dapat mencakup pelatihan, mentoring, dan penugasan khusus bagi calon pemimpin. Dengan demikian, ketika masa jabatan pengurus berakhir, sudah ada kader-kader yang siap menggantikan mereka.

– Akuntabilitas dan transparansi yang ditingkatkan: Perpanjangan masa jabatan harus diimbangi dengan peningkatan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan organisasi. KONI harus membuka diri terhadap pengawasan publik dan memberikan akses informasi yang mudah kepada anggota dan masyarakat. Laporan keuangan dan kegiatan harus diaudit secara berkala oleh auditor eksternal yang kredibel. Selain itu, perlu ada mekanisme pelaporan dan penanganan pengaduan yang efektif.

– Fokus pada peningkatan prestasi olahraga: Tujuan utama reformasi adalah meningkatkan prestasi olahraga Indonesia. Jika perpanjangan masa jabatan dapat membantu mencapai tujuan ini, maka hal itu dapat dibenarkan. KONI harus memiliki rencana strategis yang jelas dan terukur untuk meningkatkan prestasi olahraga, dan perpanjangan masa jabatan harus menjadi bagian dari rencana tersebut.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, perpanjangan masa jabatan kepengurusan KONI dapat dilihat sebagai bagian dari upaya reformasi yang lebih luas, bukan sebagai penghalang. Penting untuk diingat bahwa semangat reformasi adalah tentang menciptakan sistem yang lebih baik, bukan hanya tentang mengganti orang.

Penting untuk dicatat bahwa tidak adanya batasan masa jabatan dapat menyebabkan dominasi kekuasaan, politik transaksional, pelemahan pengawasan, pengabaian kepentingan rakyat, dan kurangnya inovasi. Oleh karena itu, pembatasan masa jabatan menjadi penting untuk memastikan demokrasi yang sehat dan berkelanjutan .

Dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan rekomendasi di atas, KONI dapat mengambil keputusan yang terbaik bagi kemajuan olahraga di Indonesia.(Rillis)

Exit mobile version