Hukum & Kriminal

Kuasa Hukum Darul Effendi Ajukan Praperadilan, Keabsahan Penetapan Tersangka Dipersoalkan

2

LAHAT, SUMSELJARRAKPOS – Upaya mencari keadilan ditempuh mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Lahat, Darul Effendi, yang menggugat Kejaksaan Negeri (Kejari) Lahat melalui permohonan praperadilan.

Sidang perdana permohonan gugatan praperadilan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka terhadap dirinya digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IB Lahat, Senin (28/04/2025).

Permohonan praperadilan yang terdaftar dalam Sistem Penelusuran Perkara (SIPP) PN Lahat dengan Nomor 1/Pid.Pra/2025/PN Lht ini, diajukan Darul Effendi pada 24 April 2025 melalui kuasa hukumnya dari SHS Law Firm Palembang.

Tim hukum Darul Effendi dari Kantor Hukum SHS Law Firm pimpinan Dr (Card) Sofhuan Yusfiansyah, SH., MH., didampingi Angga Saputra, SH., MH, Septiani, SH dan advokat lainnya menegaskan, penetapan tersangka Darul Effendi melalui Surat Penetapan Nomor: B-846/L.6.14/Fd.1/04/2025 tertanggal 14 April 2025 ini dinilai cacat hukum yang sarat dengan abuse of power.

“Kami menilai proses penetapan tersangka terhadap klien kami ini dilakukan secara prematur dan tanpa memenuhi prinsip-prinsip due process of law yang semestinya,” ujar Angga Saputra dalam keterangannya kepada wartawan.

“Upaya praperadilan ini adalah bagian dari ikhtiar hukum dalam mencari keadilan, dan kami berkeyakinan penuh bahwa Lembaga Peradilan akan berpihak pada kebenaran,” tambah Angga.

Angga menjelaskan, hingga saat ini belum ada hasil audit resmi dari BPKP Sumsel terkait kerugian negara, padahal audit tersebut merupakan salah satu dasar penting dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi.

“Penetapan tanpa alat bukti yang sah, apalagi tanpa hasil audit kerugian negara, jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 184 KUHAP yang mengharuskan adanya minimal dua alat bukti yang kuat,” tegas Angga.

Terkait tuduhan penerimaan uang sebesar Rp50 juta, Rp1,5 juta, dan Rp35 juta, pihak kuasa hukum menyatakan bahwa narasi tersebut tidak berdasar.

Uang Rp50 juta, misalnya, merupakan titipan dari pihak ketiga yang telah dikembalikan bahkan sebelum klien mereka menjalani pemeriksaan sebagai saksi.

“Ini murni titipan, bukan gratifikasi. Bahkan telah dikembalikan sebelum klien kami menjalani pemeriksaan. Jadi tuduhan tersebut sangat keliru,” imbuh Angga.

Sementara itu, terkait pengembalian uang sebesar Rp1,26 miliar oleh sejumlah kepala desa, kuasa hukum menegaskan tidak ada kaitan langsung antara Darul Effendi dengan transaksi tersebut.

“Klien kami tidak pernah menjadi pelaksana dalam proyek pengadaan peta desa tersebut,” tambahnya.

Selain soal pembuktian materil, tim kuasa hukum juga menyoroti penggunaan keterangan sepihak dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai dasar penetapan tersangka.

Menurut Septiani, SH, keterangan pihak ketiga dalam BAP tidak dapat berdiri sendiri sebagai alat bukti yang sah.

“Keterangan semacam itu harus didukung oleh bukti lain: keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, atau pengakuan terdakwa sendiri,” jelas Septiani.

Septiani juga mengungkapkan bahwa kliennya telah resmi mencabut seluruh keterangannya dalam BAP.

Pencabutan itu dilakukan karena keterangan sebelumnya diberikan dalam kondisi tidak sehat dan di bawah tekanan psikologis.

“Bukan hanya soal cacat prosedur, kami melihat ini sudah mengarah pada pelanggaran hak-hak dasar klien kami,” ucap Septiani.

Ia juga menyoroti bahwa dugaan tindak pidana dalam proyek peta desa seharusnya diuji lebih dulu melalui pendapat ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), yang hingga kini belum diajukan Kejaksaan.

“Tanpa pendapat ahli LKPP, dugaan adanya pelanggaran pengadaan menjadi sangat lemah,” imbuhnya.

Melalui permohonan praperadilan ini, pihak Darul Effendi meminta kepada PN Lahat agar menyatakan penetapan tersangka terhadap dirinya tidak sah secara hukum, memerintahkan penghentian proses penyidikan, serta memulihkan hak, harkat, dan martabatnya.

“Kami berharap Pengadilan Negeri Lahat berani berdiri untuk kebenaran, bahwa keadilan bukan milik yang kuat, tetapi milik mereka yang benar,” pungkas Septiani.

Terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Lahat melalui Kasi Intel, Rio Pratama menjelaskan bahwa mengapa dari pihak Kejaksaan Negeri Lahat tidak hadir dalam sidang tersebut, yakni dikarenakan adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh Seksi Pidsus di Rutan Lapas Kelas II A Lahat.

“Bukan tidak mau datang, tapi tadi yang bersangkutan atau seksi Pidsus Kejari Lahat sedang melakukan pemeriksaan di Rutan Lapas Kelas II A Lahat pada jam dan hari yang sama saat sidang pengajuan permohonan Praperadilan oleh Kuasa Hukum DE di PN Lahat,” jelasnya kepada wartawan.

Diketahui, selain Darul Effendi, penyidik juga menetapkan AM, Direktur CV Citra Data Indonesia, sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi proyek peta desa tahun anggaran 2023. Penahanan terhadap keduanya telah berlangsung sejak 14 April 2025.

Kasus ini menyeret lebih dari 300 saksi dan melibatkan pengembalian uang proyek senilai Rp1,266 miliar. Namun melalui praperadilan, Darul Effendi berupaya membuktikan adanya pelanggaran prosedural dalam penyidikan. ***

Exit mobile version