Berita

K-MAKI Pertanyakan Dasar Hukum Hibah Rp. 35 Miliar untuk Kejati Sumsel

8
Oplus_131072

 

PALEMBANG, SUMSEL JARRAKPOS, — Koordinator Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI) Sumatera Selatan, Boni Belitong, menyatakan pihaknya akan segera memasukkan laporan pengaduan resmi ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel terkait dugaan pelanggaran hukum dalam pemberian hibah senilai Rp. 35 miliar dari Pemerintah Kabupaten Muara Enim kepada Kejati Sumsel.

Hibah yang dimaksud berupa pembangunan kantor baru Kejati Sumsel, yang disebut-sebut menggunakan anggaran hibah tahun 2024. Namun, hingga kini proyek tersebut masih berjalan di tahun 2025, sementara temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan indikasi cacat hukum dalam proses hibah.

“Kami meminta Kejati Sumsel untuk segera mengusut hibah dari Muara Enim ini. Nilainya mencapai Rp35 miliar, dan dari temuan BPK, hibah ini diduga tidak sesuai ketentuan karena Kejati menerima hibah di luar aturan. Seharusnya hibah itu dikembalikan ke kabupaten,” kata Boni Belitong dalam aksinya di depan kantor Kejati Sumsel, Selasa (14/10/2025).

Menurut Boni, laporan resmi terkait hibah ini juga telah disampaikan ke Kesbangpol Kabupaten Muara Enim. Namun, hingga kini tidak ada penjelasan transparan mengenai mekanisme penyerahan maupun penggunaan dana hibah tersebut.

 

Oplus_131072

K-MAKI menilai, meski secara fisik bangunan kantor Kejati Sumsel tampak megah dan hampir rampung, landasan hukum hibahnya justru bermasalah.

Berdasarkan informasi dan hasil audit BPK tahun 2024, laporan pertanggungjawaban (LPj) proyek hibah itu sudah diserahkan, padahal pekerjaan fisik belum selesai 100 persen. Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat adanya maladministrasi dan pelanggaran mekanisme hibah antarinstansi negara.

“Kami akan melaporkan hal ini secara resmi ke bagian pengaduan Kejati Sumsel. Jika tidak ditindaklanjuti, laporan ini akan kami bawa ke Pidsus Kejagung di Jakarta,” tegas Boni.

Ia juga meminta agar Kejati Sumsel memanggil Kepala Kesbangpol Muara Enim serta penerima hibah di lingkungan Kejati Sumsel, termasuk pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek tersebut.

“Kejati Sumsel harus berani melakukan audit internal terhadap hibah ini. Tidak boleh dibiarkan karena bisa mencederai wibawa lembaga penegak hukum sendiri,” ujarnya.

Sementara itu, Investigator K-MAKI Sumsel, Rahman, menilai hibah Rp. 35 miliar dari Muara Enim ke Kejati Sumsel ini patut dicurigai sebagai bentuk “imbal balik” atau kompensasi politik hukum terhadap sejumlah perkara yang tengah ditangani kejaksaan.

“Kalau menurut kami, hibah itu seharusnya berupa barang, bukan uang. Tapi yang terjadi di sini justru seolah-olah ada aliran dana hibah untuk bangunan megah Kejati. Ini menimbulkan tanda tanya besar,” kata Rahman.

Ia bahkan menyinggung bahwa hibah tersebut mungkin saja berkaitan dengan penanganan kasus lain yang sempat menjadi sorotan publik.

“Apakah hibah ini berkaitan dengan kasus Herison dan Yayasan Batanghari Sembilan yang saat ini masih di Kejari Palembang? Kita harus bertanya jujur, apakah hibah ini bentuk ‘pengaman’ agar kasus tertentu tidak naik ke tahap berikutnya,” ujar Rahman.

Rahman menegaskan, hasil audit BPK sudah cukup menjadi peringatan serius bahwa proyek hibah ini bermasalah secara administrasi dan hukum, karena laporan keuangan muncul lebih dulu sebelum proyek selesai.

K-MAKI juga menyoroti dinamika di internal Kejaksaan Tinggi Sumsel yang bertepatan dengan proses hibah tersebut. Mereka menilai, mutasi pejabat dari Kejati Sumsel ke Kejagung, termasuk kembalinya Yulianto sebagai Sekretaris Diklat Kejagung, perlu dicermati dalam konteks ini.

“Kejati Sumsel membawahi 18 Kejari kabupaten dan kota. Tapi kalau dalam rumahnya sendiri ada persoalan hibah yang tidak bersih, bagaimana bisa menegakkan integritas di bawahnya?” ujar Rahman.

Boni menambahkan, pihaknya berharap kepemimpinan baru di lingkungan kejaksaan mampu menuntaskan masalah hibah ini secara transparan.

“Kami berharap Jaksa Agung yang baru, yang dikenal tegas dan dijuluki ‘ayam jago dari Bali’, bisa menuntaskan masalah ini. Jangan sampai ada kesan Kejati Sumsel menerima hadiah dari daerah untuk kepentingan institusional,” pungkasnya. (WNA)

Exit mobile version