BeritaDaerahLubuk Linggau

Zonasi PPDB Dinilai Tak Adil, Anggota DPRD Linggau Yaudi Dengar Langsung Suara Warga

3
×

Zonasi PPDB Dinilai Tak Adil, Anggota DPRD Linggau Yaudi Dengar Langsung Suara Warga

Sebarkan artikel ini

LUBUKLINGGAU SUMSELJARRAKPOS.com

Polemik sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali mencuat di Kota Lubuklinggau. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Lubuklinggau, H. Yaudi, turun langsung ke masyarakat untuk mendengar aspirasi terkait penerapan Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 14 Tahun 2022 tentang PPDB.

Kegiatan yang digelar Sabtu, 19 Juli 2025, berlokasi di kediaman H. Yaudi di Kelurahan Batu Urip Taba, Kecamatan Lubuklinggau Timur I. Acara ini menghadirkan sejumlah tokoh masyarakat, ketua RT, tokoh agama, serta elemen masyarakat lainnya dalam forum diskusi terbuka.

Dalam sambutannya, H. Yaudi menegaskan pentingnya fungsi pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan produk hukum daerah, termasuk Perwal yang menjadi dasar pelaksanaan PPDB. Ia menyebut forum tersebut sebagai bagian dari upaya menyerap langsung masukan masyarakat untuk dijadikan bahan evaluasi di DPRD.

“Hari ini kita bahas bersama implementasi Perwal tentang PPDB, untuk mengetahui sejauh mana aturan ini dijalankan dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat,” ujar Yaudi.

Forum berlangsung dinamis, dengan warga yang antusias menyampaikan keluh kesahnya. Ketua RT 01 Kelurahan Taba Jemekeh, Amir, mempertanyakan mekanisme PPDB yang diterapkan.

“Apakah saat ini masih pakai sistem zonasi atau ada jalur lain seperti prestasi? Kami butuh kejelasan,” katanya.

Sementara itu, Ketua RT 01 Kelurahan Taba Jemekeh Munzir, menyampaikan pandangan tegas bahwa sistem zonasi saat ini justru menimbulkan ketidakadilan.

“Kami ingin sistem zonasi dihapus dan diganti dengan jalur prestasi. Zonasi malah menyulitkan anak-anak kami untuk masuk sekolah yang diinginkan,” tegasnya.

Dalam diskusi tersebut, hadir pula dua akademisi dari Universitas Bengkulu, yakni Miko dan Eka Rahman. Jatmiko Yogo menjelaskan bahwa sistem zonasi dihitung berdasarkan jarak rumah ke sekolah, dan siswa yang tinggal paling dekat akan mendapat prioritas.

Namun, Eka Rahman mengingatkan bahwa perubahan sistem tidak bisa dilakukan secara instan karena regulasi zonasi merupakan kebijakan nasional dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

“Perubahan sistem harus hati-hati, karena bisa berbenturan dengan aturan pusat,” jelasnya.

Ia menambahkan, “Apa pun sistemnya, ketika anak kita tidak diterima di sekolah yang dituju, maka aturan itu akan terasa tidak adil.”

Yaudi mengungkap, Kegiatan ini menjadi wadah penting untuk menjembatani aspirasi masyarakat dengan para pengambil kebijakan. “Masyarakat berharap, hasil diskusi ini dapat ditindaklanjuti secara serius oleh DPRD dan pemerintah daerah guna menciptakan sistem PPDB yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan pendidikan anak,”pungkasnya. (Snd)