DaerahMusi Rawas Utara

YBH SSB Muratara Kecam Tindakan Bullying dan Kekerasan di Sekolah

4

MURATARA, SUMSELJARRAKPOS — Ketua Umum Yayasan Bantuan Hukum (YBH-SSB) DPC Musi Rawas Utara (Muratara), Ifan Fachrezi, S.H., menegaskan bahwa tindakan bullying dan kekerasan terhadap siswa merupakan pelanggaran hukum serius yang dapat berujung pidana.

Dirinya menilai, kasus perundungan yang masih sering terjadi di lingkungan sekolah menunjukkan rendahnya kesadaran terhadap hak-hak anak dan batas perilaku mendisiplinkan.

“Tidak ada alasan apa pun yang membenarkan kekerasan terhadap siswa, baik fisik maupun verbal. Sekolah dan guru seharusnya menjadi pelindung, bukan sumber ketakutan,” ujar Ifan dalam keterangannya, pada Jumat (17/10/2025).

Ifan menjelaskan, bullying dan kekerasan terhadap anak dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal 76C jo Pasal 80 menyebutkan, setiap orang yang melakukan kekerasan terhadap anak dapat dipidana penjara hingga lima tahun atau denda hingga Rp100 juta.

“Kalau pelakunya masih anak-anak, maka tetap bisa diproses melalui sistem peradilan anak. Jadi, semua pihak harus sadar bahwa ini bukan perkara ringan,” tegasnya.

Menurut Ifan, sekolah dan orang tua harus membangun sistem perlindungan yang efektif agar kejadian serupa tidak terus berulang. Ia menekankan pentingnya komunikasi, pendampingan psikologis, serta penegakan aturan yang tegas terhadap pelaku kekerasan.

“Penanganan bullying tidak cukup dengan permintaan maaf. Korban butuh keadilan dan pemulihan. Negara hadir melalui hukum untuk melindungi mereka,” katanya.

Ifan juga mengimbau masyarakat yang menjadi korban atau mengetahui kasus bullying dan kekerasan terhadap anak agar segera melapor.

“Korban bullying maupun kekerasan di wilayah Muratara bisa melapor ke YBH-SSB Muratara untuk mendapatkan pendampingan hukum secara gratis. Kami siap membantu dari proses laporan hingga penegakan hukum,” ujarnya.

Selain pendampingan hukum, YBH-SSB juga akan memberikan edukasi hukum ke sekolah-sekolah dan masyarakat. Tujuannya agar semua pihak memahami bahwa kekerasan bukan cara mendidik, melainkan pelanggaran terhadap hak anak.

“Kami ingin menciptakan Muratara yang ramah anak dan bebas kekerasan,” tutup Ifan. ***

Exit mobile version