Warga Desa Penuguan Meminta Kapolri dan Kapolda Sumsel Usut Tuntas Mafia Tanah di Sektor Perkebunan

Daerah, Hukum, Palembang380 Dilihat

BANYUASIN, SUMSELJARRAKPOS– Warga Desa Penuguan Kecamatan Pulau Rimau Kabupaten Banyuasin dan Badan Pengawas Koperasi Cahaya Bersama Sawit mendesak Menteri ATR/BPN untuk mengevaluasi Hak Guna Usaha (HGU) milik PT. Cahaya Vidi Abadi (CVA) agar dicabut atau dibatalkan.

Pasalnya, telah terjadi dugaan mafia tanah di sektor perkebunan dan penggelapan aliran dana milik warga petani plasma yang dilakukan oleh oknum PT. CVA secara Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM).

Hal itu disampaikan kuasa hukum warga Penuguan dan Badan Pengawas Koperasi Cahaya Bersama Sawit, yakni
Sofhuan Yusfiansyah, S.H., Devi Yulianti, S.H, M. Sigit Muhaimin, S.H.,M.H., Ade Satriansyah, S.H., Imam Ali Akbar Muttaqin, S.H., Angga Saputra, S.H., dan Ismail, S.H., saat menggelar konferensi pers di Kantor Hukum Yayasan Bantuan Hukum Sumatera Selatan Berkeadilan (YBH SSB), pada Selasa (14/10/23) malam.

Sigit Muhaimin, SH., MH mengatakan bahwa kronologis awal dugaan mafia tanah ini berawal dari pada Tahun 2010 silam, PT CVA – Cahaya Timur Estate (CTE) masuk ke Desa Penuguan dengan iming-iming janji bahwa masyarakat akan sejahtera dan akan mengangkat perekenomian masyarakat apabila lahannya di masukkan atau ikut bermitra dengan pihak perusahaan dengan pola inti (60 %) dan plasma (40%) dan pembangunan kebun inti dan plasma di kerjakan secara bersamaan.

“Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Surat pernyataan Ir. Jati Cahyono selaku Direktur Utama PT. CVA dan telah memakai Kop Surat PT. CVA dan bermaterai Rp. 6.000 rupiah dan cap stempel PT. CVA tertanggal 20 September 2010 silam,”ungkap Sigit.

Masih kata Sigit, selain pernyataan tertulis tersebut, Ir. Jati Cahyono selaku Direktur Utama PT. CVA juga menyampaikan secara langsung sosialisasi mengenai program kerja perusahaan tersebut kepada para tokoh – tokoh masyarakat yang siap bersaksi untuk keterangan ini.

“Atas dasar pernyataan tersebut itulah yang menyebabkan masyarakat penuguan dan sekitarnya berbondong – bondong mengikuti kerja sama dan kemitraan dengan PT. CVA dengan mengorbankan lahan pertanian dan perkebunan mereka yang masih produktif yang merupakan sumber kehidupan (mata Pencaharian) mereka selama ini,” ujarnya, Selasa (14/11/23) malam.

Kemudian sambung Sigit, bahwa pada tanggal 6 januari 2011 di terbitkan Izin lokasi usaha perkebunan kelapa sawit PT. PT. CVA seluas 5.750 Hektar oleh Bupati Banyuasin Ir. H. Amiruddin Inoed terletak di Desa Penuguan kecamatan Pulau Rimau Kabupaten Banyuasin.

“Bahwa pada tanggal 5 Desember 2016, pemerintah kabupaten Banyuasin mengeluarkan daftar Calon Peserta Perkebunan Plasma (CPP) yang berisikan 375 warga calon peserta dengan luas lahan 898 hektar yang di tanda tangani oleh Plt Bupati Banyuasin S.A Supriono.

Penetapan CPP ini menimbulkan masalah yang baru yaitu luas lahan yang diserahkan oleh masyarakat kepada perusahaan jauh lebih besar ( ± 1.393 Hektar ) di bandingkan dengan luas lahan yang tercantum di dalam CPP SK Bupati Banyuasin,”jelas dia.

Lanjut Sigit, untuk semua data mengenai lahan Plasma yang diserahkan masyarakat kepada Perusahaan seluas ± 1.393 Hektar di buat dan serahkan sendiri oleh perusahaan dan di sini ada potensi lahan masyarakat yang hilang seluas ± 495 hektar.

“Kami menduga tidak ada transparansi mengenai hasil plasma yang merupakan hak dari anggota Koperasi dan tanah masyarakat yang ditanam sawit dan telah dipanen oleh perusahaan.

Kami menilai pembagian hasil panen sawit di kebun plasma dan tanah masyarakat (± 1.393 Hektar) telah dilakukan pada tahun 2019 dan terakhir tahun 2021 dengan penghitungan yang patut diduga kuat sangat tidak sesuai dan tidak manusiawi,”tegasnya.

Sigit menjelaskan, bahwa terkait dengan hasil Rapat tanggal 13 April 2022, pada poin 4 yang berbunyi : terhadap lahan plasma yang belum terbangun seluas kurang lebih 400 Hektar akan segera dilakukan pembangunan dengan komitmen perusahaan paling lama 18 (delapan belas) bulan terhitung bulan Juni 2022, apabila dalam jangka waktu tersebut tidak terpenuhi maka akan dipenuhi menggunakan lahan inti.

Dan pada poin 7 (tujuh) Notulen rapat ini yang berbunyi biaya Impestasi pembangunan kebun plasma sebesar Rp. 52.236.028 / Hektar dan menjadi plafon hutang yang akan lunas sampai dengan tahun 2027 pada kebun plasma seluas 526 Hektar,

padahal hingga saat ini masyarakat plasma tidak pernah menanda tangani akad kredit plafon hutang pembangunan kebun plasma kepada PT. PT. CVA

“Sampai dengan sekarang ini tidak ada pembagian hasil panen sawit. Warga masyarakat dan anggota plasma (± 1.393 Hektar) tetap menuntut transparansi keseluruhan bagi hasil tanah warga yang ditanami dan plasma kepada pihak perusahaan.

Lahan Warga masyarakat seluas ± 495 hektar mendesak untuk direvisi SK Bupati Tentang Calon Peserta Plasma dan/atau dihitung ganti kerugian (Harga pasaran lahan per hektar, tanam tumbuh, dan bagi hasil lahan yang telah ditanami sawit) lahan mereka yang telah diambil paksa dengan skenario dugaan Penipuan dan Penggelapan,”bebernya.

Angga Saputra,S.H memaparkan beberapa point terkait adanya dugaan mafia tanah di sektor perkebunan yang dilakukan oleh oknum PT. CVA secara TSM, yakni : Pertama, masyarakat diminta menyerahkan tanah untuk dibangun kebun plasma dan selanjutnya, tanah tersebut cuma dijanjikan saja dan tidak dibangun kebun plasma.

Dari total 1.393 HA dan yang cuma mendapatkan plasma sawit tertuang dalam SK Bupati Banyuasin Nomor : 928 / KPTS / HUTBUN / 2016, Tentang Penetapan Calon Peserta Kebun Masyarakat (Plasma) Kelapa Sawit PT. Cahaya Vidi Abadi, hanya 898 HA.

“Skema ini cenderung mengadu domba ( devide Et Impera) antara masyarakat yang mendapatkan plasma sawit dengan masyarakat yang telah menyerahkan tanah tetapi tidak mendapatkan kebun plasma dan/atau hasil plasma berjumlah 495 HA dengan jumlah 292 Orang,”katanya

Kedua, masyarakat yang tidak mendapatkan kebun plasma dan yang termasuk dalam anggota plasma terhitung sejak panen tahun 2016 sampai dengan 2019, tidak pernah ada bagi hasil plasma, sehingga memprovokasi masyarakat melakukan pematokan di areal lahan yang diserahkan masyarakat.

“Yang pada akhirnya provokasi dengan cara tidak memberikan bagi hasil plasma memuncak pada tahun 2021. Terjadi pemanenan masyarakat di areal plasma yang ditunjuk berdasarkan pernyataan Dedi selaku Pimpro PT. CVA sehingga terjadi kriminalisasi kepada ketua dan anggota koperasi Cahaya Bersama Sawit yang mengakibatkan menjalani hukuman Pidana,”tuturnya

Ketiga, bahwa dalam proses HGU terdapat dugaan pemalsuan dokumen berupa : Surat Pernyataan Penyerahan Lahan pada poin 4 (empat) yang menyatakan bersedia di tata ruang untuk lahan plasma guna diatur penempatannya sesuai dengan ketentuan perusahaan.

“Daftar hadir hasil rapat musyawarah dengan peserta CPP, Tokoh Masyarakat dan Agama tentang rencana Tata Ruang Peta Inti Plasma PT. CVA Kebun CTE yang mana peserta musyawarah tersebut tidak pernah menghadiri rapat tersebut tetapi ada tanda tangannya,”tandasnya.

Lebih lanjut, Angga menyampaikan dari uraian tersebut, maka pihaknya telah menyampaikan Laporan pengaduan ke Mabes Polri ditindak lanjuti oleh Polda Sumsel dengan nomor surat : B/5224/VIII/2023/DITTIPIDUM

“Selain itu, kami menyatakan kepada Presiden Republik Indonesia Untuk usut tuntas dan berantas Mafia Tanah di sektor Perkebunan di wilayah Indonesia pada umumnya dan Khususnya di Banyuasin dengan cara memerintahkan semua jajaran Pemerintahan Republik Indonesia,” tegasnya.

Kemudian, lanjut Angga, pihaknya berharap kepada Kapolri up Kapolda Sumsel agar dapat mengatensi Aduan Masyarakat Nomor : 01/KCBS/-SKL/II/2023 tertanggal 21 Februari 2023 untuk dapat ditindak lanjuti oleh Polda Sumsel dengan nomor surat : B/5224/VIII/2023/DITTIPIDUM, agar proses hukum berjalan dengan setegak-tegaknya dan seadil-adilnya.

“Kami juga memohon dan meminta kepada pihak KPK untuk melakukan penindakan dengan cara melakukan rangkaian penyelidikan dan Penyidikan untuk mengusut tuntas dugaan kerugian negara di Sektor Perkebunan. Khusus nya di Kabupaten Banyuasin,”tuturnya.

Bukan hanya itu, pihaknya juga meminta Kompolnas untuk mengawal Laporan Masyarakat Nomor : 01/KCBS/-SKL/II/2023 tertanggal 21 Februari 2023 yang di respon oleh Kapolri melalui Bareskrim Polri dengan Laporan No. B/9421/VIII/RES.1.24/2023/ BARESKRIM tanggal 8 Agustus 2023, agar berjalan dengan Adil sesuai Hukum yang berlaku di Indonesia

“Kami meminta kepada Ombudsman untuk melakukan penyelidikan dan penindakan terkait adanya dugaan pelanggaran Mal Administrasi atas terbitnya perizinan PT. CVA di Desa Penuguan Kabupaten Banyuasin.

Selain itu, kami juga meminta Kejagung untuk Mengusut tuntas Laporan Masyarakat melalui Tim Satgas Anti Mafia Tanah di Kejaksaan Agung RI,” tegasnya.

Angga meminta kepada Menkopolhukam untuk mengawal dan menindak tegas penyelewenagan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Pejabat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Kepada Menteri ATR/BPN untuk Dievaluasi Hak Guna Usaha PT. CVA agar dicabut atau dibatalkan,” tambahnya.

Lanjut, Angga bahwa pihaknya juga meminta kepada pihak OJK untuk menyelidiki adanya dugaan penggelapan aliran dana milik masyarakat plasma yang dilakukan oleh PT. CVA.

“Kepada Bupati Kabupaten Banyuasin untuk menindak tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh PT. CVA dengan merekomendasikan mencabut dan/atau membatalkan HGU PT. CVA,” tandasnya.

Ditempat yang sama, Laudin selaku Badan Pengawas Koperasi Cahaya Bersama Sawit di dampingi M. Sultoni dan H Jaini selaku perwakilan anggota plasma mengatakan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya perkara ini kepada kuasa hukum. “Kami serahkan sepenuhnya kepada pihak kuasa hukum,”singkatnya.

Sementara itu, Humas PT CVA, Kusnan saat dikonfirmasi oleh awak media bahwa pihaknya membantah bila PT CVA tidak membayarkan hasil panen dari petani plasma tersebut.

“Semua sudah kami bayarkan sebesar Rp 4,9 miliar yang dibayarkan melalui koperasi. Pembayaran tersebut untuk hasil panen 2019-2021 dan setiap hektar mendapatkan Rp 5 juta.

Akan tetapi, untuk pembagian di lapangan, info yang kam dapatkan tidak merasa dibagikan oleh koperasi. Ada yang dibayar Rp 2,5 juta perhektar, namun juga ada yang dibayarkan full Rp 5 juta/ha,” jelas dia.

Berkaitan dengan persoalan lahan tersebut, diakuinya memang tidak semua masyarakat tersebut mendapatkan lahan plasma.

Sebab dari 1.393 Ha lahan yang diserahkan untuk jadi lahan plasma tersebut, dari pendataan di lapangan tersebut, hanya diketemukan angka 942,5 hektar saja. Sedangkan 452,5 Ha lainnya, pihaknya tidak menemukannya. Oleh karena itu, sesuai dengan luas lahan yang ada, makanya dibagikan.

“Bukan kita tidak membagikan lahan untuk plasma tadi, namun memang yang berhasil diketemukan batas dan lahan tidak sampai 1.393 Ha. Sebab yang kita temukan 942,5 Ha saja, sedangkan 452,5 Ha tidak berhasil kita temukan, sehingga otomatis, mereka ini tidak dapat.

Dan bukan kita tidak mau berikan ke petani tadi, namun memang lahannya yang tidak ditemukan. Jadi sesuai dengan lahan yang ada saja yang kita bagikan. Setelah itu, baru kita data untuk pembagiannya,” bebernya.

Untuk pembangunan plasma sendiri, kata Kusnan, hingga saat ini masih terus jalan dan sudah masuk penanaman dan tinggal beberapa hektar saja yang belum. Namun demikian, dirinya optimis ini bisa selesai seluruhnya dalam waktu dekat.

“Kalaupun belum, tidak sampai belasan hektar lagi. Ini juga terus kita kebut pengerjaannya,”pungkasnya (***)