Hukum & Kriminal

Upaya Mantan Kadis PMDes Lahat Kandas Prapeadilan Ditolak, Kuasa Hukum Bakal Tempuh Langkah Hukum

3
×

Upaya Mantan Kadis PMDes Lahat Kandas Prapeadilan Ditolak, Kuasa Hukum Bakal Tempuh Langkah Hukum

Sebarkan artikel ini

LAHAT, SUMSELJARRAKPOS- Upaya hukum mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMDes) Kabupaten Lahat, Darul Effendi, untuk menggugurkan status tersangkanya kandas di meja hijau.

Pengadilan Negeri Lahat menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukannya terhadap Kejaksaan Negeri Lahat, Jumat, 9 Mei 2025.

Hakim tunggal Ahmad Ishak Kurniawan, S.H., dalam amar putusannya menyatakan bahwa penetapan Darul Effendi sebagai tersangka sah secara hukum. Ia menegaskan bahwa permohonan pemohon ditolak seluruhnya dan biaya perkara dibebankan nihil.

“Permohonan praperadilan ditolak seluruhnya. Menyatakan sah penetapan tersangka terhadap pemohon,” kata Ahmad Ishak dalam sidang yang berlangsung tertutup.

Putusan ini langsung menuai kritik keras dari kuasa hukum Darul Effendi, SHS Law Firm pimpinan Dr (Card) Sofhuan Yusfiansyah, SH., MH ini menilai proses penetapan tersangka oleh Kejaksaan Negeri Lahat diduga cacat prosedur.

Mereka menduga bahwa sidang praperadilan justru berubah menjadi ajang pembenaran atas tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum.

Diungkapkan Septiani, S.H., bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka diduga dilakukan tanpa pemberitahuan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), tanpa gelar perkara, dan tanpa pemberitahuan resmi kepada kuasa hukum.

“Ini adalah pelanggaran prinsipil terhadap KUHAP, Peraturan Jaksa Agung, dan Putusan Mahkamah Konstitusi. Bukan sekadar cacat administratif, tapi pelanggaran terhadap hak konstitusional klien kami,” ujar Septiani.

Ia juga menduga jika majelis hakim dalam persidangan ini telah menutup mata terhadap pelanggaran hukum yang nyata.

“Hakim justru memperkuat tindakan aparat, seolah lebih sibuk menjaga wajah institusi daripada menegakkan keadilan,”tegasnya

Sorotan juga diarahkan pada dugaan tidak adanya audit kerugian negara dari BPK, BPKP, maupun Inspektorat sebelum penetapan tersangka.

“Dalam kasus dugaan korupsi, audit adalah syarat mutlak. Tanpa itu, penetapan tersangka sangat prematur,” ujar Angga Saputra, S.H., M.H, anggota tim hukum lainnya. Ia menyebut penyidikan menjadi cacat sejak awal.

Angga menegaskan, penetapan tersangka tanpa audit resmi menyalahi prinsip legalitas dan membuka ruang kriminalisasi.

Muhamad Khoiry Lizani, S.H., kuasa hukum lainnya, menyebut jaksa diduga kuat telah melanggar batas kewenangannya dengan menyeret substansi perkara ke ruang praperadilan.

“Praperadilan hanya menguji legalitas prosedural, bukan mengadili materi perkara. Tuduhan bahwa ahli hukum kami masuk ke pokok perkara adalah kekeliruan fatal,” kata Khoiry.

Ia menuding jaksa gagal memahami batas antara aspek formil dan materiil hukum, dan justru mempermalukan institusinya sendiri.

Lebih jauh, Septiani menduga adanya rekayasa dalam administrasi hukum. Surat penetapan tersangka, kata mereka, diberikan kepada pihak yang bukan kuasa hukum resmi.

“Ini bukan sekadar kekeliruan prosedural, tapi mengindikasikan praktik manipulatif dalam sistem hukum,” ujar Septiani.

Menurutnya, apa yang terjadi di pengadilan bukanlah proses pencarian keadilan, melainkan pertunjukan kompromi antara penyidik dan hakim.

“Ketika lembaga peradilan sudah dikendalikan oleh kepentingan institusional, maka hukum tak lagi menjadi alat keadilan, melainkan alat kekuasaan.”tegas Septiani.

SHS Law Firm menyatakan akan menempuh langkah hukum lanjutan dan terus mengawal proses ini sebagai bagian dari komitmen terhadap tegaknya supremasi hukum.***