Tolak Raperda RTRW Tahun 2023-2043, KAPL Ingatkan Ketua DPRD Kota Palembang

Daerah, Palembang1052 Dilihat

PALEMBANG, SUMSELJARRAKPOSKomite Aksi Penyalamat Lingkungan (KAPL) untuk ketiga kalinya mendatangi Kantor DPRD Kota Palembang guna menyuarakan penolakan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Rencana Wilayah (Raperda RTRW) Kota Palembang Tahun 2023-2043. Pasca berakhirnya batas waktu pembahasan Raperda oleh Panitia Khusus (Pansus) I DPRD Kota Palembang beberapa waktu yang lalu.

Ditambah lagi rapat paripurna mengenai pembahasan raperda RTRW beberapa kali mengalami penundaan yang diduga terjadinya tarik ulur antara DPRD kota Palembang dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang dalam hal beberapa point temuan di usulan raperda yang di inisiatif oleh Pemkot Palembang. Sehubungan dengan banyaknya temuan fakta lapangan yang tidak melibatkan DPRD kota Palembang yang berhubungan dengan beberapa isu krusial.

Hal tersebut, seperti diungkapkan oleh Ketua KAPL sekaligus koordinator aksi, Andreas OP saat menggelar pertemuan dengan Ketua DPRD Kota Palembang Zainal Abidin didampingi jajaran Wakil Ketua DPRD Palembang dan pimpinan dan anggota Pansus I DPRD Kota Palembang di kantor DPRD kota Palembang, Jumat (28/4).

Andreas menjelaskan sejumlah temuan fakta di lapangan yang tidak melibatkan DPRD Kota Palembang terkiat beberapa isu krusial diantaranya mengenai luas wilayah Kota Palembang yang tiba tiba berkurang hampir 4000 Ha,
Belum lagi persoalan penetapan beberapa titik wilayah menjadi Kawasan stategis yang sebelumnya tidak pernah dibahas di Bamperda DPRD kota Palembang tiba -tiba muncul.

Ditambah lagi persoalan masuknya Kawasan sengketa kelurahan Keramasan menjadi salah satu Kawasan strategis yang di peruntukan untuk kantor Gubernur Sumsel yang telah menyalahi RTRW dan PERDA RAWA atas aktivitas penimbunan 40 Ha lebih lahan rawa yang melanggar hukum dan illegal, tidak transparanya pemerintah kota Palembang dalam mengusulkan perubahan Kawasan dan terkesan ada unsur samar samar /kabur (obscuur libel).

“Padahal dalam asas pokok dalam pembentukan Raperda adalah asas keterbukaan sehingga dalam setiap tahapan penyusunan Raperda haruslah diumumkan kepada publik agar masyarakat baik orang perseorangan atau kelompok orang yang terdampak langsung dan/atau mempunyai kepentingan atas materi muatan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dapat menggunakan haknya untuk memberi masukan dalam setiap tahapan penyusunan Raperda Perubahan,”kata Andreas.

Oleh karenanya, lanjut Andreas, bahwa pemberian mandat dan kepercayaan dari rakyat terhadap anggota DPRD Kota Palembang tetap tidak menggeser kekuasaan rakyat sebagai the supreme power (the sovereign) hendaknya setiap anggota DPRD Kota Palembang dapat membuka akses secara luas bagi rakyat agar dapat menggunakan hak pengawasan dan pengujian pelaksanaan mandat penyusunan legislasi yang dilakukan oleh anggota DPRD Kota Palembang.

“Dengan demikian, kami meminta dan mendesak kepada Ketua DPRD Kota Palembang untuk menyampaikan Laporan Pertanggung Jawaban Hasil Pansus 1 atas Pembahasan Raperda RTRW Kota Palembang 2023-2043 Secara Trasparan Ke Publik. Bahkan kami juga mendesak Ketua DPRD Kota Palembang untuk mengusulkan pembubaran atau pergantian Pansus 1 melalui rapat paripurna,”ujarnya.

Koordinator aksi, Arki menambahkan menurutnya dalam pembentukan Raperda RTRW Tahun 2023-2043 diduga kuat tanpa adanya penegakan hukum dan penerapan sanksi kepada pelaku kegiatan/usaha pemanfaat pola ruang yang melanggar Tata Ruang berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palembang No. 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang Tahun 2012-2023 merupakan satu bentuk kejahatan legislasi yang memenuhi kualifikasi perbuatan melawan hukum.

“Penimbunan Kawasan rawa keramasan pada tahun 2020 Oleh pemerintah Sumatera selatan untuk Pembangunan Pusat Perkantoran Terpadu Gubernur Sumsel di kelurahan Keramasan Telah melanggar perda Rawa No 11 tahun 2012 dan harus diberikan sanksi dan penegakan hukum kepada Walikota Palembang, kepala dinas PUPR Kota Palembang dan DPMPTSP,”tegasnya.

Oleh karena itu, lanjut Arki, bahwa pihaknya meminta DPRD Kota Palembang untuk segera membentuk tim adhoc pencari fakta atas temuan lapangan yang telah disampaikan sebelumnya khususnya atas temuan adanya pengurangan luasa lahan Kota Palembang.

“Kami meminta dan mendesak Walikota /Eksekutif sebagai pihak yang memiliki insiatif mengusulkan Raperda untuk membatalkan usulan Raperda RTRW Kota Palembang 2023-2043 yang kami duga adanya syarat kepentingan, tidak transparan, mala administrasi, kabur/samar-samar (Obscuur Libel),”tegasnya.

Sementara itu, Syaid menyampaikan pihaknya mendesak DPRD Kota Palembang menolak Raperda RTRW Kota Palembang 2023-2043 atas nama kepentingan rakyat hingga Tahun 2024.

“Kalau Raperda ini mau di paksakan di sahkan tentunya akan menjadi masalah ke depan, apalagi Pak Walikota habis jabatannya bulan September, kami berharap kalau kepemimpinan di kota Palembang kosong tentunya tidak serta merta semuanya berjalan dengan baik , kami berharap Raperda ini benar-benar disusun dengan baik jangan dipaksakan untuk sahkan saat ini ,” katanya.

Haris menjelaskan dalam pembentukan suatu Raperda secara limitative telah di atur dalam sejumlah peraturan undang-undangan seperti dalam UU No. 12 Tahun 2011, jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 jo. Perwako Palembang No. 11 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah.

“Sebagaimana ketentuan pembentukan suatu Rancangan Peraturan Daerah secara limitative diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Undang-Undang jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan jo. Perwako Palembang No. 11 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah, sehingga menurut hukum Pembentukan Raperda Kota Palembang tentang RTRW Tahun 2023-2043 haruslah tunduk pada ketentuan yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Undang-Undang jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan jo. Perwako Palembang No. 11 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah,”jelas Haris.

Menurutnya, asas pokok dalam pembentukan Raperda adalah asas keterbukaan sehingga dalam setiap tahapan penyusunan Raperda haruslah diumumkan kepada publik agar masyarakat baik orang perseorangan atau kelompok orang yang terdampak langsung dan/atau mempunyai kepentingan atas materi muatan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dapat menggunakan haknya untuk memberi masukan dalam setiap tahapan penyusunan Raperda Perubahan ketiga UUD 1945 yang termuat dalam Pasal 1 ayat (2) menentukan bahwa“kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945” oleh karenanya pemberian mandate dan kepercayaan dari rakyat terhadap anggota DPRD Kota Palembang tetap tidak menggeser kekuasaan rakyat sebagai the supreme power (thsovereign) .

Untuk itu menurutnya hendaknya setiap anggota DPRD Kota Palembang dapat membuka akses secara luas bagi rakyat agar dapat menggunakan hak pengawasan dan pengujian pelaksanaan mandat penyusunan legislasi yang dilakukan oleh anggota DPRD Kota Palembang.

Menanggapi hal tersebut Ketua DPRD kota Palembang , Zainal Abidin memastikan soal raperda ini keputusannya berdasarkan keputusan bersama dan tidak ada mengambil keputusan sendiri.

“Pansus I kemarin tidak bisa mengambil keputusan karena posisinya di 50-50 ada fraksi yang menolak dan ada fraksi yang menerima , jadi keputusannya di fraksi , mekanisme ini terus kami lakukan, “ katanya Zainal .

Atas permasalahan itu pihak akan melakukan rapat dengan pimpinan fraksi , pimpinan pansus dan pimpinan DPRD kota Palembang apa yang disampaikan terkait tanggal 18 tadi.

“ Apakah jawaban ATR /BPN ini untuk jadwal tanggal lisek ulang tersebut bisa kita terima atau tidak , atau pansus ini berakhir , dan Ketua DPRD tidak bisa mendesak , kami selalu terbuka dengan apa-apa yang kami putuskan, pihak Pemkot Palembang sudah kasih tanggal untuk lisek , tapi baru secara lisan disampaikan dan kami minta tertulis mana surat ATR/BPN itu bahwa tanggal sekian dilakukan lisek ulang karena lisek ulang itu balik kita ukur ulang tanah kita ,” katanya.

Selain itu masukan dan saran masyarakat terkait raperda ini diakuinya sangat di butuhkan supata raperda ini benar-benar maksimal.

“Kita minta dengan Pemkot Palembang, mana titik koordinat luas wilayah kota Palembang ini , jangan mereka-reka, kami minta di libatkan ini, lalu mana titik koordinat dengan Banyuasin, dengan Muara Enim, dengan Ogan Ilir, pengukuran itu bener dak tidak , yang mana yang mau kita sepakati ukuran apo, karena berapa kali ukur berbeda-beda kami lihat , “ katanya. (*)