Berita

Terkuak! 115 Dapur SPPG Belum Kantongi Sertifikat Higienis, Begini Kata Dinkes Palembang

2
×

Terkuak! 115 Dapur SPPG Belum Kantongi Sertifikat Higienis, Begini Kata Dinkes Palembang

Sebarkan artikel ini

 

PALEMBANG SUMSEL JARRAKPOS, – Fakta baru terungkap. Hingga akhir September 2025, tercatat ada 115 dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kota Palembang yang hingga kini belum mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).

Hal itu diungkap oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (Kabid P3) Dinas Kesehatan Kota Palembang, Yudi Setiawan SKM MEpid, dalam keterangannya, pada Selasa (7/10/2025).

“Jumlah dapur itu berdasarkan data dari Badan Gizi Nasional (BGN) per 30 September 2025. Hingga saat ini seluruh dapur SPPG belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi [SLHS], belum satu pun masuk dalam data,”jelas Yudi.

Dengan kata lain, sambung Yudi, seluruh dapur SPPG tersebut tengah melengkapi dokumen untuk mengurus SLHS melalui Online Single Submission (OSS).

“Prosesnya cukup panjang, mereka harus mengunggah bukti pemeriksaan sampel makanan, air, alat usap ompreng, dan hasil pemeriksaan kesehatan penyedia makanan,” ujarnya.

Menurut Yudi, sampel makanan harus diperiksa di Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK), sementara hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) dilakukan oleh petugas dari 42 Puskesmas di Palembang, untuk turun melakukan monitoring, pengecekan dapur SPPG di wilayahnya.

“Skor IKL adalah 80, bila tidak sampai di angak tersebut maka patut dipertanyakan, apa yang menjadi kendala,” tegasnya.

Peristiwa 13 Murid SDN 178 Palembang

Kewenangan soal MBG adalah BGN [pusat, perwakilan provinsi], tapi apabila dari salah satu dapur SPPG mengalami insiden dugaan keracunan makanan, maka harus ada sampel untuk diperiksa di BPOM, apakah makanan memenuhi syarat atau tidak. “Nah, sementara menunggu hasil pemeriksaan, dapur SPPG tidak beroperasional, seperti peristiwa 13 murid SD Negeri 178 Kalidoni,” ujarnya.

“Menurut informasi didapat, operasi dapur SPPG penyuplai MBG dihentikan sementara, sembari menunggu hasil BBPOM. Tim Dinkes, Puskemas melakukan pembinaan,” sebutnya.

“Bila memang sudah laik dan bersih, nanti informasi lanjutnya akan disampaikan kembali oleh BGN. Wewenang buka atau pun tidak [dapur SPPG] ada pada BGN, kami dari Dinkes hanya merekomendasikan,” tegas dia

Seluruh Dapur SPPG Dipantau

Kabid P3 Dinkes Kota Palembang, kembali menegaskan pihaknya telah memantau keseluruhan dapur SPPG, terlebih bagi rekan-rekan di Puskesmas untuk menggunakan instrumen IKL. Bila terdapat rekomendasi terkait itu, maka [dapur SPPG] harus memperbaikinya, seperti meletakan makanan tidak memakai palet, beras diletakan di lantai saja tanpa palet, itu standarnya.

“Palet harus digunakan. dengan ketinggian 15 cm dan itu diperhatikan secara menyelurh, apalagi bila terdapat hewan di dapur tentunya tidak boleh dalam IKL,” tegasnya.

Bila dapur SPPG telah memenuhi kententuan, maka SHLS akan diberikan. SHLS dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu [DPMPTSP] tapi didasari rekomendasi Dinas Kesehatan. “Artinya, Dinkes tidak langsung bertemu dengan pihak pengelola [dapur SPPG], tapi pertemuan saat IKL saja,” urainya.

Rekomendasi Dinkes Penentu SHLS

Selagi hasil proses IKL tidak memenuhi syarat, dapur SPPG mereka tidak bisa menerima SHLS. Karena rekomnedasi Dinkes menentukan keluar tidaknya SHLS.

Dalam hal kewenangan, pihak Dinkes hanya sebatas menyampikan temuan-temuan, rekomendasi, saran perbaikan hingga teguran bila dapur SPPG tidak baik. Soal sanksi, itu langsung dari BGN.

“Tatkala terjadi hingga menyangkut hajat orang banyak, maka tindak lanjut bila diperlukan ke pihak Kepolisian. Tapi sejauh ini, Dinkes belum mengeluarkan rekomendasi tutup dapur SPPG,” tukasnya.

MoU Penyuplai MBG dan Penerima Manfaat

Seandainya, penerima manfaat menerima makanan basi, berbau, dan rasanya tidak enak maka mereka dapat komplain terhadap penyuplai [dapur SPPG], bila tidak digubris maka dapat menolaknya. “Penerima manfaat dapat menolak bila makanan dari penyuplai tidak sesuai,” ujar Yudi.

Menjadi perhatian, bagi semua pihak mempunyai wewenang sama, jangan sampai dapur MBG ini dalam pendistribusian makanan hanya mengetahui telah diserahkan, dimakan, harus habis makanannya, tapi tanpa memperhatikan kualitas makanan.

Dinkes menyarankan untuk membuat MoU antara pihak penerima manfaat dan penyuplai MBG kalau memang makanan tidak layak konsumsi, karena untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Makanan MBG harus disantap di skolah atau di tempat distribusi, yang terjadi selama ini, Kabid P3 menjelaskan, makanan dibawa pulang, itu tidak boleh, harus dimakan di situ. Apalagi penerima manfaat membawa wadah kosong, memindahkan dari ompreng, bila penerima manfaat tidak mau konsumsi harus tetap di ompreng.

Ompreng tidak dibersihakan di sekolah, kenaapa? Sebab itu bagian dari evaluasi dapur MBG. Jangan, nantinya pengelola berasumsi bahwa makanan di ompreng bersih semuanya, padahal ada sesuatu di lapangan tidak sesuai dengan kenyataan,” urainya.

“Ini kan uang negara, ini evaluasi, jangan uang negara habis tapi makan tidak dikonsumsi, dibuang mubazir. Hal itu standar ketentuan,” tegas dia.

Kabid P3 Dinkes Palembang mengimbau bagi dapur SPPG untuk menjalankan operasional mulai dari penerimaan bahan makanan, penyimpanan, pengolahan hingga distribusinya sesuai dengan standar kesehatan.

“Standar kesehatan itu mengacu pada peraturan menteri kesehatan [Permenkes] 17/2024 tentang pangan berisiko, silakan dibaca,” sebutnya.

Pihak SPPG setiap harinya harus mengambil sampel makanan sebelum distribusi, disimpan dalam freezer 2×24 jam, bila tidak ditemukan berarti clear sampel tadi dapat dibuang.

“Kepada pihak sekolah atau penerima manfaat, sebelum menerima distribusi makanan dites organoleptik [dari aroma, warna, dan rasa], terlebih salah satu makanan tersebut dibuka dulu dilihat bukan langsung dibagikan kepada siswa,” pungkasnya.(*)