PALEMBANG, SUMSEL JARRAKPOS, – Skandal dugaan perselingkuhan yang melibatkan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS), berinisial JA.
Atas dugaan tersebut, Istri sah oknum tersebut berinisial YN mengungkapkan fakta dan menuntut penegakan hukum.
JA diketahui menjabat sebagai Sekretaris DPRD OKUS ini menjadi sorotan publik setelah istrinya, YN, mengungkap fakta mengejutkan melalui media sosial.
YN mengaku telah melaporkan kasus ini ke berbagai pihak, termasuk Inspektorat OKU Selatan, BKPSDM, hingga Kementerian Dalam Negeri. Ia menuntut penegakan hukum yang adil dan mendesak agar pemerintah menindak tegas suaminya yang dinilai telah melanggar kode etik ASN.
“ASN memiliki tanggung jawab moral dan etika yang harus dijaga. Sebagai pejabat publik, tindakan seperti ini mencoreng nama institusi dan agama. Saya harap pemerintah serius menangani ini sesuai aturan,” ungkap YN. Jum’at (27/12/24).
Lebih lanjut, YN menyatakan bahwa upayanya untuk menyelamatkan keluarga dari kehancuran telah menemui jalan buntu.
“Ini bukan lagi soal mempertahankan suami atau jabatan. Ini soal menegakkan moralitas dan keadilan,” ujarnya tegas.
Bukan hanya itu, dalam kasus ini juga adanya dugaan tekanan dari JA melalui pesan yang kemudian dihapus. Namun, YN berhasil menyimpan bukti berupa tangkapan layar percakapan dan video yang relevan.
Dan YN cukup sock, sedih dan kecewa saat mendengar di media bahwasanya Kapolres langsung memberikan statement bahwa laporan perzinahan yang dilaporkan pihak korban sebelumnya di hentikan karena kurang bukti, padahal semua bukti buktinya sudah diberikan kepada penyidik.
Kuasa hukum YN, Mardiana Sitorus. SH. MH.CPL, menyampaikan, apa yang disampaikan oleh Kapolres di salah satu media sebelumnya yang mengatakan menghentikan perkara atau SP3 Laporan zinah sebelumnya, cukup mengecewakan, apa yang disampaikan mengenai SP3 tersebut terlalu dini atau sangat prematur
Karena semua alat bukti sudah diberikan ke penyidik dan harusnya penyidik mengembangkan semua hal yang berkaitan alat bukti atau sesuai laporan korban sebelumnya, seperti menyita HP pelakor MZ dan HP JA.
“Dan pihak kami juga telah menerima SP2HP terakhir dari penyidik tgl 25 Desember 2024, yang mana isi dari SP2HP tersebut tidak ada menerangkan apa saja yang sudah dilakukan oleh Pihak penyidik, dan langsung tanpa alasan membuat alasan tidak ada ditemukan peristiwa pidana sehingga dilakukan SP3, dan pihak korban juga merasa heran kenapa Surat Penetapan Penghentian Penyelidikan dan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan, bisa bocor keluar,
karena surat tersebut dikirim oleh WA seseorang yang tidak di kenal, jadi dalam hal ini kami menduga telah terjadi ketidakprofesionalan, tidak prosedural dan Keperpihakan yang dilakukan oleh pihak Polres Palembang, yang mana menguntungkan pihak JA” jelas Mardiana.
Ia juga mengkritik prosedur penyidikan yang dinilai tidak transparan.
“Tidak ada yang kebal hukum, apalagi pejabat publik. Kami akan terus memperjuangkan keadilan, bahkan jika harus melibatkan Komisi III DPR RI,” tambahnya.
Mardiana mengungkap bahwa laporan serupa yang diajukan ke Polres Metro Jakarta Pusat menunjukkan progres signifikan, termasuk pengumpulan bukti dari CCTV hotel yang diduga menjadi lokasi Perzinahan JA dengan MZ.
Ia meminta koordinasi lebih baik antara kepolisian di tingkat Polres Palembang dan Polres Metro Jakarta pusat agar tidak ada celah hukum yang diabaikan oleh Pihak Kepolisian kedepannya dlm menangani semua laporan dari pihak korban.
“Telah terjadi Tekanan Psikologis korban dan keluarga setelah mengetahui peristiwa zina JA dan MZ terjadi lagi, padahal di Tahun 2023 JA sudah membuat surat pengakuan zina dan tidak akan melakukannya kembali, tapi alih alih perzinahan tersebut dilakukan JA dan MZ kembali di bulan November tahun 2024 disalah satu hotel di Jakarta,” ucapnya.
Skandal ini tidak hanya mempengaruhi YN, tetapi juga anak-anaknya yang mengalami trauma mendalam.
“Anak-anak saya menangis setiap hari. Saya bahkan harus memastikan kondisi mental mereka tetap stabil,” tutur YN dengan suara bergetar.
YN berharap, kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama para pejabat publik, untuk menjaga etika dan moralitas.
“ASN seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat, bukan malah mempermalukan keluarga dan institusi,” pungkasnya. (Rillis)