DaerahPalembang

Saat Estetika Kota Jadi Sorotan DPRD, Pengamat : Ini Tonggak Politik Lingkungan Palembang

2
×

Saat Estetika Kota Jadi Sorotan DPRD, Pengamat : Ini Tonggak Politik Lingkungan Palembang

Sebarkan artikel ini

PALEMBANG, SUMSELJARRAKPOS – Di tengah hiruk-pikuk persoalan kota yang tak kunjung usai, pernyataan salah satu anggota DPRD Kota Palembang dari Fraksi PDI Perjuangan soal sampah dan kabel udara justru menyita perhatian. Bukan karena kontroversial, tapi karena langka.

Menurut pengamat politik dan sosial Dr (c) Ade Indra Chaniago, sorotan itu merupakan bentuk keberanian baru dalam menyuarakan isu lingkungan dari sisi estetika kota—sesuatu yang jarang disentuh para legislator.

“Jarang sekali kita dengar anggota DPRD bicara soal estetika. Biasanya mereka fokus pada infrastruktur besar atau urusan anggaran. Padahal, urusan kabel semrawut dan tumpukan sampah juga menyangkut kenyamanan publik. Ini menarik, karena bisa jadi sinyal awal tumbuhnya kesadaran politik lingkungan,” ujar Ade, pada Senin (21/4).

Ade menilai dua isu yang disorot—yakni penataan kabel udara dan pengelolaan sampah—bukan hal sepele. Justru keduanya mencerminkan wajah tata kelola kota yang selama ini cenderung abai terhadap detail yang berdampak langsung pada warga.

“Visual kota yang rapi itu punya dampak besar. Kota yang bersih, kabelnya tertata, ruang publiknya nyaman—semua itu bukan hanya soal estetika, tapi juga kualitas hidup warga,” tambahnya.

Politik Estetika, Arah Baru yang Perlu Didukung

Dalam perspektif politik perkotaan, Ade menyebut isu estetika sering kali terpinggirkan. Padahal, tata ruang yang enak dipandang bisa mendorong lahirnya ruang sosial yang sehat, memperkuat rasa memiliki masyarakat terhadap kotanya, serta menciptakan iklim investasi dan pariwisata yang lebih menjanjikan.

“Kota yang indah bukan hanya untuk difoto, tapi untuk dihuni. Ada aspek psikologis yang penting. Kota yang kotor dan semrawut itu bisa melelahkan mental warganya,” jelasnya.

Ia berharap pernyataan seperti ini tidak berhenti di satu-dua politisi saja. DPRD secara kelembagaan harus mulai memprioritaskan isu-isu lingkungan dan estetika kota dalam agenda legislasi dan pengawasannya.

Bukan Pencitraan, Tapi Soal Rasa Peduli dan Rasa Memiliki terhadap Kota Kita yang Tergambar dalam Kebijakan

Ade mengingatkan agar keberanian bicara soal estetika tidak berakhir sebagai gimmick politik. Sebaliknya, harus diikuti langkah nyata dalam bentuk regulasi, pengawasan ketat terhadap dinas teknis, serta alokasi anggaran yang berpihak pada tata kota yang humanis.

“Kalau ini cuma untuk pencitraan menjelang pilkada, ya akan hilang begitu saja. Tapi kalau dijadikan isu strategis, kita bisa dorong Palembang menjadi kota yang bukan cuma besar, tapi juga nyaman dan layak huni,” katanya.

Salah satu langkah konkret yang bisa dilakukan DPRD adalah mendorong penertiban kabel udara yang semrawut melalui kerja sama dengan PLN, provider internet, dan instansi terkait. Selain itu, DPRD juga bisa mengawal peningkatan sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat, memperkuat sanksi bagi pembuang sampah sembarangan, hingga memastikan edukasi lingkungan masuk dalam program prioritas pemerintah kota.

Perlu Gerakan Bersama

Lebih jauh, Ade menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat. Menurutnya, kesadaran estetika kota tidak akan tumbuh hanya dari atas, tetapi harus dibarengi dengan budaya kolektif warga yang cinta kebersihan dan keindahan.

“Estetika kota itu bukan kerja satu dua orang. Ini soal budaya, kebijakan, dan komitmen bersama. Pemerintah, DPRD, dan masyarakat harus satu visi. Kalau kita ingin Palembang menjadi kota kelas dunia, ya mulai dulu dari hal-hal sederhana seperti kabel yang rapi dan lingkungan yang bersih,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan Anggota DPRD Kota Palembang dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Okdi Priantoro, SE., Ak., SH., mengajak seluruh elemen pemerintah dan masyarakat untuk menaruh perhatian serius terhadap dua persoalan yang kian meresahkan warga, yakni lonjakan volume sampah dan semrawutnya kabel udara di berbagai ruas jalan utama.

Menurut Andreas, dua masalah ini tidak hanya mengganggu estetika kota, tetapi juga mencerminkan lemahnya tata kelola lingkungan dan infrastruktur.