PALEMBANG SUMSEL JARRAKPOS,COM. – Pihak Kepolisian memastikan proses hukum terhadap 3 anak bawah umur yang terlibat pembunuhan dan pemerkosaan siswi SMP inisial AA (13), terus berjalan.
Polda Sumsel dalam hal ini penyidik
Satreskrim Polrestabes Palembang diback up Ditreskrimum Polda Sumsel, secara profesional dan proporsional menangani kasus yang menjadi perhatian publik tersebut.
Terutama soal status 3 pelaku, MZ (13), NS (12), AS (12). Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sunarto SIK MM, menegaskan ketiganya tetap berstatus tersangka.
“Saat ini proses penyidikan masih berlangsung, berkas perkaranya kami kebut untuk sesegera mungkin kami limpahkan ke jaksa penuntut umum,” tegas Sunarto, Senin sore (9/9/2024).
Sedari awal ditemukannya jenazah korban di TPU Talang Kerikil, Minggu sore (1/9/2024), pihak kepolisian sudah menjadikannya atensi.
“Alhamdulillah dalam jangka waktu 2×24 jam, 4 orang pelakunya berhasil diamankan. Yang sangat memiriskan, ternyata pelakunya juga anak-anak,” sesalnya.
Update informasi kasus yang menjadi perhatian publik ini, dalam konferensi pers di depan PSR ABH Indralaya, Polda Sumsel menghadirkan narasumber lengkap.
Mulai dari Polrestabes Palembang, Kabag Psi Biro SDM Polda Sumsel, Wakil Ketua KPAD Sumsel, Kepala UPTD PSR ABH Indralaya, dan Bapas Kelas I Palembang.
“Hal-hal yang menjadi pertanyaan publik, terkait dengan status para pelaku, dari KPAD akan memberikan pencerahan kepada kita semua. Bahwa payung kita adalah Undang-Undang,” tuturnya.
Jadi payung penyidik di sini, Undang-Undang yang harus dijadikan pedoman untuk menangani perkara kasus ini.
“Kita doakan mudah-mudahan almarhumah tenang di sisi-Nya. Dan kepada keluarga yang ditinggalkan, diberikan kekuatan kesabaran,” ucap Sunarto.
Wakil Ketua KPAD Sumsel Efy Hendri, mengatakan bahwa kasus ini sudah menjadi sorotan publik. Baik media lokal maupun nasional.
“Kami memantau bahwa kasus ini memang menarik untuk kita cermati bersama. Bahwa ternyata pelakunya juga anak-anak,” katanya.
Karena itu, ini menjadi permasalahan yang ada. Tetapi dengan tidak mengurangi duka cita yang mendalam terhadap keluarga dan keprihatinan terhadap peristiwa yang menimpa almarhumah, proses ini harus tetap berjalan sebagaimana prosedur hukum yang ada.
“Artinya apa? Bahwa dari mulai tahap penyidikan, kemudian proses sampai dengan penuntutan di pengadilan, maka itu akan tetap dijalankan,” tegasnya.
Namun demikian, rambu-ramb tetap dipahami. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), bahwa penahanan untuk ini tidak dilakukan di
polres atau kepolisian.
“Karena memang aturannya demikian, ini akan dikembalikan kepada keluarga atau dengan lembaga kejahatan sosial yang ada di Sumatera Selatan,” jelasnya.
Maka penempatannya ada di LPKS Dharma Pala ini, atau PSR ABH Dharma Pala.
Penempatan di sini, menurutnya tidak mengurangi esensi dari proses yang ada. Anggapan bahwa ada asumsi tidak diproses dengan ditempatkan di sini kemudian ada pernyataan bebas, itu tidak benar.
“Kami yakinkan lagi bahwa hal tersebut tidak terjadi dan prosesnya akan tetap berjalan. Artinya, sebagaimana disampaikan pada rilis terdahulu, ancaman hukuman 15 tahun penjara untuk anak ini akan tetap berproses,” tegasnya.
Hanya saja, nanti akan disesuaikan dengan pasal yang dikenakan kepada anak tersebut. “Itu yang dapat kami sampaikan, kami tegaskan bahwa proses hukum tetap berjalan,” tukasnya.
Tidak ada yang bisa membuat kasus ini menjadi samar. “Tidak ada samar, karena keadilan harus ditegakkan,” tegasnya lagi.
Terkait dengan pembinaan yang dilakukan di PSR ABH ini, berjalan sampai dengan proses penuntutan nantinya. “Sampai dengan proses pengadilan kemudian dilanjutkan ke pengadilan dan putusan hakim tentunya pada akhirnya,” ujarnya.
Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sunarto SIK MM menimpali. Dia menegaskan asumsi bahwa dengan adanya para pelaku di bawah umur yang dititipkan di PSR ABH Indralaya, kemudian akan mengesampingkan proses hukum, itu tidaklah benar.
“Proses hukum berjalan, justru proses hukum itu harus sesuai dengan koridor hukum yang harus dipegang oleh penyidik,” tegas lulusan Akpol 1992 itu.
Dia menjelaskan, sebagaimana Pasal 32 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yakni penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan, dalam hal memperoleh jaminan dari orang tua atau lembaga bahwa anak tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau merusak barang bukti atau tidak akan mengulangi tindak pidana.
Penahananan dapat dilakukan dengan syarat, umur anak 14 tahun, dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara selama 7 tahun atau lebih. “Dalam hal ini, ketiga ABH ini belum 14 tahun,” jelas Sunarto.
Kemudian dalam Pasal 69 UU yang sama, bahwa terhadap anak yang berkonflik hukum yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan, bukan pemidanaan.
Meliputi pengembalian kepada orang tua, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, dan perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), kewajiban mengikuti pendidikan formal dan atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta.
“Dan dalam hal ini saya tegaskan, apa yang dilakukan penyidik sesuai koridor, sesuai aturan hukum dan undang-undang yang berlaku,” ulas Sunarto.
Sementara Kepala UPTD PSR ABH Indralaya, Dian Arief, menambahkan untuk 3 ABH itu begitu tiba, dibina mulai dari proses assessment sampai treatment-treatment yang akan dilakukan.
“Mereka di sini akan kami rehab sepanjang putusan pengadilan keluar. Jadi setelah keputusan keluar, kami akan serahkan anak-anak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Itu sudah tertuang dalam Permensos dan UU Nomor 11,” ujarnya.
Bentuk pembinaan yang akn dilakukan, mulai dari pembinaan fisik, mental, keagamaan, dan keterampilan. Juga kedisiplinan.
“Kami ajarin mereka salat, ngaji, selawatan, terus olahraganya juga ada untuk fisik. Terus keterampilan juga ada ke perbengkelan motor dan las,” urai Dian.
Sementara ini, ketiga ABH serahan Polrestabes Palembang itu sedang menjalani proses observasi. Tiga orang di satu ruang khusus, tahap observasi dan assessment.
“Alhamdulillah mereka sehat, nafsu makan normal, terus tidak menunjukkan tanda-tanda stres. Seperti anak-anak orang pada umumnya. Tidak ada tanda-tanda frustasi, tidak ada tanda-tanda stres,” ungkap Dian.
Senada dikatakan Kabag Psi Biro SDM Polda Sumsel AKBP Sumaryono SPsi MPsi. Dia menjelaskan, para terduga pelaku berusia antara 12 sampai 18 tahun.
Dalam perspektif psikologi, orang yang berusia di rentang umur tersebut termasuk masa remaja. “Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak sampai dewasa,” jelasnya.
Ciri khas masa remaja adalah mereka itu mengalami krisis identitas atau pencarian jati diri. Anak-anak atau remaja yang tumbuh di lingkungan yang kurang lebih kurang penguasaan orang tua, kemudian secara sosial ekonomi menengah ke bawah, itu rentan.
“Rentan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan norma atau dengan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat,” paparnya.
Kemudian ciri yang lain adalah remaja itu akan mengidentifikasi dengan teman-temannya, yang disebut dengan klik atau geng.
“Jadi norma yang berlaku di lingkungan pertemanan itulah yang mungkin akan dianut oleh para remaja tersebut,” ulasnya.
Terkait dengan kejadian yang terjadi pada korban AA, ini adalah salah satu bentuk kenakalan remaja yang cukup ekstrim,
karena sampai menimbulkan korban.
“Jadi di sini perlu kami sampaikan, bahwa kejadian ini keprihatinan kita bersama dan menjadi tanggung jawab kita bersama, terutama di lingkungan sosial masyarakat yang berada di wilayah tersebut,” tegasnya.
Dijelaskan dalam rilis di Polrestabes Palembang, bahwa korban sudah meninggal kemudian diperkosa kembali oleh keempat pelaku.
“Sejauh yang kami periksa, belum ditemukan tanda-tanda abnormalitas tersebut. Jadi para terduga pelaku memberikan keterangan sesuai dengan apa yang dialami dan dilakukan,” jelas Sumaryono.
Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Madya Balai Pemasyarakatan Kelas I Palembang, Chandra, menyampaikan penyidik Polri sudah menjalankan sesuai UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA.
“Sampai 17 tahun kurang sehari, 18, dia masih pelaku anak. Pelaku anak ada 2 kategori, di atas umur 14 dan di bawah umur 14 tahun,” paparnya.
Bagi yang di atas umur 14 tahun, wajib ditahan dan menjalankan pidana. Sedangkan umur di bawah 14 tahun ada tiga.
“Makanya dititip di sini, itu tidak bisa
ditahan dan tidak bisa dipidana hanya diberikan tindakan,” tegasnya.
Nah, tindakan di LPKS ini berupa perawatan. Kalau seandainya putus di persidangan, Bapas menyarankan hukumannya tindakan.
“Jadi kalau tidak ditahan itu tidak benar. Tapi yang namanya di bawah umur 14 tahun tidak dimasukkan di dalam Rutan maupun LP, walaupun
sudah putus sidang tadi,” jelasnya.
Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sunarto, memungkasi konferensi pers yang juga dihadiri Kasat Reskrim Polrestabes Palembang AKBP Yunar Hotma Parulian Sirait, Kanit PPA Iptu Fifin Sumailan, dan Kasi Humas Kompol Evial Kalza.
“Jadi poinnya adalah yang pertama kita semua tentu berduka cita. Yang kedua, seperti yang dijelaskan oleh para narasumber tentang keberadaan mengapa tidak kemudian ditahan,” ucapnya.
Ketiga, bahwa semuanya mendasari pada aturan hukum yang berlaku.
Kemudian yang keempat, poin terpenting adalah bahwa proses hukum terkait kasus ini tetap berlanjut oleh penyidik dari Satreskrim Polrestabes Palembang.
“Mohon doa dan dukungannya kepada kita semua untuk penyidik kita bisa segera menyelesaikan kasus ini. Harapan kita semua tentunya kasus demikian tidak terulang lagi,” harapnya.
Semua memiliki kewajiban untuk memberikan edukasi kepada masyarakat Sumsel. “Kita bersama-sama menjaga wilayah hukum Polda Sumatera Selatan agar tetap kondusif, kemudian terhindar dari kasus-kasus yang merugikan kita semua,” tutupnya.(*)