Pali

PALI di Ujung Krisis Fiskal: Pembangunan Mandek, Dugaan Jual-Beli Proyek Mengemuka

6
Oplus_131072

 

PALI, SUMSEL JARRAKPOS, — Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, menghadapi ancaman stagnasi pembangunan setelah kebijakan pemerintah pusat memangkas alokasi belanja daerah hingga 40 persen. Kebijakan tersebut membuat ruang fiskal pemerintah daerah makin sempit dan berpotensi memicu defisit anggaran yang membengkak.

Kabupaten PALI yang dahulu merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Muara Enim, semula berkembang pesat berkat dorongan kebijakan dan manajemen anggaran yang kuat pada era Penjabat (Pj) Bupati Heri Amalindo. Saat itu, alokasi APBD yang semula hanya Rp.15 miliar berhasil meningkat signifikan hingga mencapai Rp.1,5 triliun.

Namun, dalam rancangan struktur APBD 2026, daerah ini menghadapi pengurangan anggaran hingga Rp. 317 miliar, yang berarti banyak program harus dikaji ulang atau bahkan dipangkas agar pembangunan infrastruktur dasar tetap berjalan.

Kondisi ini menjadi ujian besar bagi Bupati PALI saat ini, Asgianto, yang sebelumnya mengklaim telah mendapatkan tambahan dukungan dana dari pusat. Klaim tersebut kini ditagih pembuktiannya, terlebih di tengah sorotan publik atas kebijakan pengadaan mobil dinas VVIP senilai Rp.12 miliar yang dianggap tidak sensitif terhadap situasi keuangan daerah.

Situasi keuangan daerah juga diperkeruh oleh munculnya dugaan praktik jual-beli proyek. Aktivis Sumatera Selatan di Jakarta, Aqil Maulidan, dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mendesak lembaga antirasuah itu turun ke PALI.

“KPK harus memeriksa indikasi praktik korupsi di PALI. Sejak Asgianto dilantik, sudah tercium bau tak sedap dalam proses penentuan proyek pembangunan yang diduga dijual kepada pihak tertentu,” ujar Aqil, Kamis (16/10/2025).

Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah Kabupaten PALI atas dugaan tersebut. Namun sejumlah pihak di DPRD PALI menyatakan, pengawasan dan transparansi anggaran menjadi keharusan di tengah tekanan fiskal yang begitu besar.

Penurunan anggaran juga berpotensi mengancam keberlanjutan infrastruktur yang menjadi tulang punggung konektivitas PALI dengan daerah sekitarnya seperti Muara Enim, Musi Banyuasin, dan Prabumulih. Beberapa ruas jalan yang sebelumnya dibangun dengan biaya besar kini minim perawatan akibat keterbatasan dana operasional dan pemeliharaan.

Kondisi fiskal yang kian berat ini menuntut kepemimpinan yang memiliki visi teknokratis dan kemampuan manajerial tinggi, seperti yang ditunjukkan oleh Heri Amalindo di masa awal pembangunan PALI. (*)

Exit mobile version