Hukum

K MAKI Sumsel: Putusan Bebas Nenek Ernaini Sarat Kejanggalan Hukum

3
×

K MAKI Sumsel: Putusan Bebas Nenek Ernaini Sarat Kejanggalan Hukum

Sebarkan artikel ini
Oplus_131072

 

PALEMBANG, SUMSEL JARRAKPOS, – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Sumsel (K _MAKI). menyampaikan pernyataan sikap keras terhadap putusan bebas (vrijspraak) yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Balai terhadap terdakwa Ernaini, dalam perkara pidana nomor 105/Pid.B/2025/PN.Pkb.

Putusan itu, menurut K_ MAKI, dinilai janggal dan tidak sejalan dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan. Bahkan, keputusan tersebut disebut berpotensi menggerus rasa keadilan masyarakat dan mencederai integritas lembaga peradilan.

“Kami menolak keras putusan bebas terhadap terdakwa Ernaini. Fakta hukum menunjukkan adanya duplikat akta nikah yang tidak sah, tapi hakim justru memutus bebas dengan alasan tidak terbukti. Ini logika hukum yang terbalik,” tegas Boni Belitong, Koordinator MAKI Sumsel, saat menggelar aksinya di halaman kantor Kejati Sumsel, Selasa (14/10/2025).

Kasus ini bermula dari terbitnya Duplikat Kutipan Akta Nikah Nomor 136/09/X/2009 tanggal 16 Oktober 2009 atas nama H. Basir dan Hj. Karmina, yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Banyuasin III.

 

Oplus_131072

Terdakwa Ernaini, yang saat itu menjabat sebagai staf bagian nikah rujuk, diduga menerbitkan duplikat tanpa dasar hukum karena dokumen tersebut tidak tercatat di register resmi KUA dan menggunakan nomor akta milik pihak lain.

Namun dalam putusannya, Majelis Hakim PN Pangkalan Balai menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, meski persidangan mengungkap tidak adanya arsip asli pencatatan tahun 1971 yang dijadikan acuan penerbitan duplikat.

 

K MAKI Sumsel menilai putusan bebas ini sarat kejanggalan hukum dan menunjukkan inkonsistensi logika yuridis. Dalam dokumen pernyataan sikapnya, lembaga ini menyebut Majelis Hakim telah mengabaikan asas pembuktian dalam hukum pidana dengan lebih menonjolkan keterangan subjektif dibanding bukti tertulis.

Lebih jauh, K MAKI juga mengungkap bahwa Majelis Hakim yang sama pernah mengeluarkan putusan bebas dalam kasus serupa, yakni perkara nomor 19/Pid.B/2025/PN.Pkb, yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan No. 1238 K/Pid/2025 dan menyatakan terdakwa bersalah.

“Pola ini berulang dan tidak bisa dianggap kebetulan. Kami menduga ada kelalaian serius atau bahkan pelanggaran etik dalam proses penilaian fakta hukum oleh Majelis Hakim PN Pangkalan Balai,” tegas Feri Kurniawan, Deputy K MAKI Sumsel.

Feri menambahkan, pihaknya juga menduga ada intervensi atau pengaruh dari pihak berduit di balik perkara ini.

“Kami mendengar adanya backing kuat di balik terdakwa. Ini harus diusut karena jika benar terjadi intervensi, maka independensi peradilan di Banyuasin berada dalam ancaman. Keadilan tidak boleh diperjualbelikan hanya karena uang,” ujar Feri dengan nada tegas.

Dalam pernyataan sikap resminya, K MAKI menyampaikan beberapa poin desakan penting:

1. Menolak Putusan Bebas Majelis Hakim PN Pangkalan Balai karena dinilai tidak sesuai dengan fakta hukum dan logika keadilan.

2. Meminta Komisi Yudisial RI dan Badan Pengawas Mahkamah Agung RI untuk segera memeriksa Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut, karena diduga sering memainkan keadilan dan melanggar Kode Etik serta Pedoman Perilaku Hakim.

3. Mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Direktorat Cyber Crime Kejaksaan Agung RI untuk:

4. Mengawasi seluruh proses kasasi perkara ini hingga tuntas di Mahkamah Agung.

5. Melakukan pemantauan dan penyadapan komunikasi elektronik milik Majelis Hakim dan tim kuasa hukum terdakwa untuk memastikan tidak ada transaksi atau komunikasi mencurigakan.

6. Mendorong Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar mengajukan upaya hukum kasasi dengan argumentasi kuat dan terukur.

7. Menyerukan masyarakat Sumatera Selatan agar ikut mengawal kasus ini sebagai bagian dari gerakan bersama melawan praktik kolusi dan suap di lembaga peradilan.

 

Menurut K MAKI, jika putusan seperti ini terus dibiarkan, akan muncul preseden berbahaya di mana pelaku kejahatan administrasi dokumen dapat berlindung di balik “hilangnya arsip” untuk melegalkan dokumen palsu.

“Ini bukan sekadar soal satu duplikat akta nikah. Ini tentang masa depan integritas dokumen negara dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan,” ujar Feri Kurniawan.

“Kami akan terus mengawal proses kasasi ini dan siap turun ke jalan dalam aksi damai di depan KPK dan Kejati Sumsel sebagai bentuk perlawanan moral terhadap praktik jual-beli keadilan,” tambahnya.

K MAKI Sumsel memastikan akan menyerahkan laporan resmi ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas MA, serta menggelar aksi damai di KPK dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan dalam waktu dekat.

“Kami tidak ingin peradilan di Sumsel rusak oleh oknum-oknum yang bermain di wilayah abu-abu hukum. Rakyat berhak atas keadilan yang bersih, dan kami akan pastikan itu,” tutup Boni Belitong. (WNA)