DaerahOKI

Ini Pendapat Pengurus IWO OKI, Terkait Layanan Laporbup 

5

OKI, SUMSELJARRAKPOS– Polemik soal publikasi laporan dugaan pelecehan melalui kanal Lapor Bup kembali memanas. Tuduhan “kebablasan” dilontarkan sejumlah pihak.

Namun penggiat media Rachmat Sutjipto, sekaligus pengurus Ikatan Wartawan Online (IWO) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), menolak keras narasi itu. Ia menegaskan kanal pengaduan bukan alat sembarangan.

Ia juga memberi contoh praktik serupa yang berjalan di daerah lain dan di level nasional.

Lapor Bup, kata Rachmat, dibangun atas dasar hukum. Ia menyebut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta Peraturan Presiden tentang pengelolaan pengaduan.

Tujuannya jelas: membuka akses warga untuk mengadu dan memastikan aduan diproses. “Ini soal akuntabilitas. Bukan soal menabur fitnah,” ujarnya.

Salah satu fitur penting Lapor Bup adalah opsi pelapor yakni lapor secara anonim dengan pilihan identitas pelapor tidak dipublikasikan; atau lapor dipublikasikan pelapor memberi persetujuan agar laporan muncul di ruang publik.

Opsi ini bukan sekadar teknis. Ia mengimplementasikan prinsip persetujuan dalam Pasal 26 UU ITE sekaligus menjaga hak publik untuk mengetahui proses tindak lanjut.

Jika pelapor memilih anonim, data identitas tidak terbuka. Jika memilih publik, laporan bisa tampil agar pihak berwenang dan warga memantau progres penanganan.

Laporan yang masuk tidak otomatis menjadi keputusan akhir. Proses umum yang dijalankan oleh kanal serupa meliputi, penerimaan dan pencatatan kasus,.verifikasi awal oleh petugas pengelola;

klasifikasi: apakah sifatnya administratif, layanan publik, atau pidana; rujukan ke unit teknis (OPD/Inspektorat) atau penegak hukum (Polres) bila perlu; pembaruan status yang bisa dipantau publik jika pelapor memilih opsi publik.

Dengan alur ini, publikasi laporan berfungsi sebagai kontrol: agar aduan tidak hilang di meja birokrasi. Publikasi bukan putusan bersalah. Publikasi hanya menandai bahwa ada aduan yang sedang diproses.

Contoh kanal serupa

Beberapa kanal pengaduan yang sudah berjalan dan bisa menjadi pembanding:

SP4N-LAPOR/Lapor.go.id (nasional): platform pengaduan terpadu yang menghubungkan laporan warga ke kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Kanal ini menerima berbagai jenis laporan, termasuk pelayanan publik dan dugaan pelanggaran yang memerlukan tindak lanjut hukum.

Sapawarga (Provinsi Jawa Barat): aplikasi yang membuka ruang bagi warga melaporkan masalah pelayanan, termasuk dugaan penyimpangan dan pelanggaran.

Berbagai aplikasi daerah lain: banyak pemda mengoperasikan kanal serupa dengan mekanisme anonim/publik dan alur rujukan ke instansi terkait.

Di semua kanal itu, termasuk Lapor Bup, kategori aduan beragam. Pengaduan bisa mencakup infrastruktur, layanan kesehatan, pungutan liar, hingga dugaan pelecehan atau asusila.

Ketika menyangkut tindak pidana atau korban sensitif, mekanisme rujukan ke aparat penegak hukum dan perlindungan korban misalnya penyamaran identitas atau kategori terbatas selalu menjadi bagian dari proses penanganan.

Menjawab kekhawatiran soal hukum

Kritik yang menyorot Pasal 26 UU ITE dan pasal pencemaran nama baik mengabaikan beberapa hal penting:

Pasal 26 UU ITE mengatur prinsip persetujuan penggunaan data pribadi. Namun undang-undang lain memberi ruang pemrosesan data untuk kepentingan hukum dan pelayanan publik. Kanal pengaduan resmi beroperasi dalam kerangka itulah.

Pencemaran nama baik (KUHP) dan perdata (Pasal 1365 KUHPer) terkait unsur niat dan bukti. Jika laporan palsu ditemukan, jalur hukum tersedia untuk menindak pelapor yang berniat merugikan. Itu tidak otomatis berarti pengelola kanal bersalah.

Perlindungan korban, terutama anak atau korban TPKS, tetap harus dijaga. Namun keberadaan kanal tidak otomatis melanggar hukum bila mekanisme anonim dan penyamaran tersedia dan diterapkan sesuai aturan.

Rachmat Sutjipto menegaskan untuk tidak menilai hanya pakai satu kasus sebagai alasan menutup hak masyarakat untuk mengadu. Kanal-kanal ini memperkecil ruang gelap birokrasi.

Kritik terhadap publikasi yang buruk memang perlu ditanggapi. Tapi menuduh seluruh sistem “kebablasan” hanya karena satu atau beberapa kejadian teknis adalah reaksi berlebihan.

“Yang perlu kita lakukan adalah memastikan mekanisme berjalan, bukan mematikan instrumen pengawasan publik,” tandasnya.

Exit mobile version