Oleh Muhamad Nasir
Pemimpin Redaksi Sumsel.JarrakPos.com
SUMSEL.JARRAKPOS – Fenomena Penjabat (Pj) kepala daerah kerap menjadi sorotan, terutama di era digital saat ini. Beberapa Pj mampu menciptakan gebrakan yang menarik perhatian publik, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Salah satu contoh paling mencolok adalah Pj Walikota Palembang, Dr. Cheka Virgowansyah, yang sukses membuat berbagai programnya menjadi trending topic, seperti pertunjukan ratusan drone di Menara Ampera saat malam Tahun Baru dan Festival Musi yang megah.
Sentuhan spektakuler ini semakin diperkuat dengan kehadiran flyboard serta partisipasi selebgram asal Malaysia, Aisar Khaledd, yang turut menarik atensi warganet.
Namun, di balik kemegahan tersebut, ada pula beberapa aspek yang tampaknya dihindari atau belum tersentuh, seperti revitalisasi Pasar 16 Ilir yang masih menggantung, proyek Hotel Parkside yang tak terdengar lagi, serta Menara Ampera yang belum dikaji lebih lanjut.
Ini menunjukkan bahwa meskipun Pj mampu memberikan sentuhan kejutan, ada faktor-faktor tertentu yang menjadi tantangan dalam eksekusi kebijakan.
Jika menilik ke belakang, Pj sebelumnya, Dr. Ucok Damenta, juga memiliki pendekatan yang tak kalah menarik. Program wisata heritage yang ia gagas berhasil membawa perhatian pada Museum SMB II, Lawang Borotan, dan Gedung Kesenian. Festival Jazz Internasional yang diadakan di tepian Sungai Musi juga menjadi salah satu event yang membekas di benak masyarakat.
Program-program ini sempat membuat banyak orang terperangah karena menampilkan sisi lain dari kota Palembang yang berakar pada sejarah dan seni.
Dua Pj ini, meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, sama-sama menghadirkan gebrakan yang menciptakan efek “wow” di tengah masyarakat. Namun, pertanyaannya, apakah gebrakan ini bisa berkelanjutan atau hanya fenomena sementara?
Pj-Pj Lain di Sumsel: Ada yang Beda, Ada yang Biasa Saja
Jika dibandingkan dengan Pj di daerah lain di Sumatera Selatan, gebrakan Pj Palembang tampak lebih mencolok.
Banyak Pj lain yang tetap menjalankan program, tetapi tidak selalu menciptakan kehebohan di dunia maya.
Bukan berarti mereka tidak bekerja, hanya saja gaya kepemimpinan dan strategi komunikasinya berbeda.
Menariknya, kini Palembang telah memiliki Walikota definitif, yaitu Ratu Dewa. Berbeda dengan Pj yang memiliki kewenangan terbatas, Walikota definitif cenderung harus lebih fokus pada program jangka panjang yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
Kesan yang ditinggalkan pun bukan hanya soal kemeriahan event atau viralitas di media sosial, melainkan pada dampak nyata terhadap kebutuhan warga.
Mampukah Program Spektakuler Bertahan?
Yang menjadi perhatian adalah keberlanjutan dari program-program yang telah digagas para Pj. Misalnya, di era Ucok Damenta, ada Festival Budaya yang rutin diadakan setiap minggu di kawasan heritage, seperti depan Museum SMB II dan Gedung Kesenian.
Namun, setelah Ucok Damenta ditugaskan ke Banten, festival itu pun menghilang. Begitu pula dengan Festival Jazz Internasional, yang masih menjadi tanda tanya apakah akan kembali atau hanya menjadi kenangan.
Hal serupa juga terjadi di era Cheka Virgowansyah. Program Mustika Musi yang rutin digelar setiap akhir pekan di Benteng Kuto Besak (BKB) juga dikabarkan berakhir sebelum masa jabatannya usai. Ini menjadi bukti bahwa program yang tampak “wow” di masa Pj belum tentu bisa bertahan lama setelah masa jabatannya berakhir.
Mengapa demikian? Salah satu alasan utamanya adalah keterbatasan anggaran dalam APBD. Banyak program yang diadakan saat Pj menjabat didukung oleh berbagai sumber pendanaan sementara.
Ketika kepemimpinan berganti dan prioritas anggaran berubah, program-program tersebut bisa saja terhenti.
Selain itu, fenomena viral yang sering terjadi di masa Pj juga tak lepas dari strategi promosi, termasuk melalui endorse selebgram atau influencer.
Pertanyaannya, apakah masih ada fasilitas gratis untuk promosi semacam ini di masa pemerintahan yang lebih definitif?
Ataukah justru promosi ini memerlukan biaya besar yang akhirnya membebani anggaran?
Tantangan Bagi Pemimpin Selanjutnya
Yang perlu disadari, setiap pemimpin memiliki pendekatan berbeda. Ada yang fokus pada inovasi dan gebrakan yang viral, ada pula yang lebih memilih pendekatan berbasis kebutuhan rakyat yang mungkin tidak terlalu “wah” di dunia maya tetapi berdampak nyata dalam jangka panjang.
Walikota definitif seperti Ratu Dewa kini dihadapkan pada tantangan besar: melanjutkan program-program yang efektif, sekaligus menuntaskan berbagai persoalan mendasar yang mungkin tak tersentuh sebelumnya.
Selain itu, ada pula janji-janji politik saat Pilkada yang tentu harus direalisasikan, yang mungkin berbeda dengan prioritas Pj sebelumnya.
Fenomena Pj yang mencuri perhatian memang menarik untuk diamati. Namun, pada akhirnya, yang terpenting bukanlah sekadar membuat kejutan, melainkan bagaimana program yang telah dibuat bisa benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat dalam jangka panjang.
Spektakuler di media sosial itu penting, tetapi menyelesaikan permasalahan kota dengan solusi yang berkelanjutan adalah tantangan yang lebih besar.
Persoalan revitalisasi Pasar 16, Hotel Parkside, Menara Ampera tanpa kajian tentu hanya segelintir persoalan berat yang telah menunggu.
Belum lagi, janji politik yang butuh realisasi. Ditambah lagi, janji politik Presiden yang juga berdampak ke daerah yang juga butuh perhatian.
Seribu persoalan menanti, tak semuanya bisa diselesaikan. Tapi ada yang perlu konsentrasi, ada yang butuh fokus, dan tak sedikit yang menunggu sentuhan “tangan dingin”.