BeritaDaerahHukum & KriminalMusi Rawas UtaraPeristiwaPolri

Dua Bulan Kasus Kades Tanjung Agung Mandek, Korban : Ini Bukan Kemerdekaan!

3
×

Dua Bulan Kasus Kades Tanjung Agung Mandek, Korban : Ini Bukan Kemerdekaan!

Sebarkan artikel ini
Oplus_131072

MURATARA SUMSELJARAKPOS.com-

Perayaan HUT RI ke-80 seharusnya menjadi momen kebanggaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, bagi Elia Rumadi, warga Desa Tanjung Agung, Kecamatan Karang Jaya, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), kemerdekaan belum sepenuhnya terasa. Ia masih menunggu keadilan atas kasus dugaan pengeroyokan yang dialaminya dua bulan lalu.

Elia menilai penegakan hukum di Indonesia, khususnya terhadap pejabat publik, masih jauh dari harapan.

“Negara kita ini negara hukum, tapi saya merasa belum merdeka dari ketidakadilan. Kasus saya sudah dua bulan, tapi tidak ada kejelasan. Ini bukan kemerdekaan yang saya harapkan,” ujarnya, Kamis (7/8/2025).

Dalam surat pengaduan yang dikirimkan kepada Kapolda Sumsel, Elia mengungkap peristiwa dugaan pengeroyokan tersebut terjadi usai Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Ia mengaku hanya menanyakan kepada Kades Arli Sahrin perihal papan informasi proyek pembangunan jembatan yang belum dipasang.

“Saya dipukul di kepala, disikut di leher, HP saya dijatuhkan. Lalu saya dikeroyok oleh empat orang: Kades Arli Sahrin, Sekdes Bobi Fatri, Kadus Ahmad Firdaus, dan seorang pemuda bernama Ican Fatri,” jelasnya.

Elia langsung menjalani visum di Puskesmas dan melapor ke Polres Muratara dengan nomor laporan LP.B / 143 / VI / 2025 / POLDA SS / POLRES MURATARA. Proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) telah dilakukan, namun ia mengaku belum ada perkembangan signifikan terhadap kasusnya.

“Saya tidak berani pulang ke rumah, pekerjaan terganggu, bahkan ayah saya sampai terkena stroke karena stres memikirkan kasus ini,” ungkapnya.

Penasehat hukum korban, Abdul Azizi, menyatakan keberatan atas lambannya penanganan perkara ini.

“Kami mendesak agar proses hukum tidak berhenti pada pemanggilan saksi. Dua bulan itu cukup untuk menentukan ada atau tidaknya unsur pidana,” tegas Azizi.

Ia menegaskan, jika penyelidikan tidak menemukan unsur tindak pidana, penyidik seharusnya segera mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Sebaliknya, jika bukti cukup, penyidik harus berani menetapkan tersangka, meskipun yang bersangkutan adalah pejabat publik.

“Jangan sampai masyarakat menilai hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas. Ini menyangkut kredibilitas kepolisian,” katanya.

Sedangkan, Polres Muratara
Kasat Reskrim Polres Muratara Iptu Nashirin, melalui Kanit Pidum Ipda Hanif Faranzandi, S.Tr.K, menjelaskan bahwa kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.

“Penyidik sedang mengumpulkan keterangan saksi-saksi. Kami juga sudah mengirimkan SP2HP kepada pelapor sebanyak dua kali terkait perkembangan laporan,” jelasnya.

Meski begitu, pihak korban berharap proses hukum berjalan transparan dan cepat, sehingga momentum kemerdekaan ke-80 ini juga menjadi simbol kemerdekaan dalam mendapatkan keadilan. (Snd)