Diduga Kampaye Hitam saat Masa Tenang, Tim Advokasi Hukum RDPS Desak Bawaslu Segera Tindak Tegas

Politik335 Dilihat

PALEMBANG, SUMSELJARRAKPOS- Menjelang pemungutan suara serentak pada 27 November 2024, situasi politik di Kota Palembang semakin memanas. Sebuah video berdurasi 41 detik yang beredar di media sosial Instagram, tepatnya melalui akun @MC MAHAL PALEMBANG (mangcek_abie), pada Selasa (26/11/2024), memicu kontroversi.

Dalam unggahan tersebut, terlihat tulisan yang menyatakan bahwa sekelompok massa mendatangi rumah salah satu pasangan calon (Paslon) Walikota Palembang dengan klaim bahwa massa tersebut hendak menyiram, namun kemudian ingkar janji.

Unggahan tersebut berbunyi: “beredar di grup WA rumah salah satu Paslon Walikota Palembang didatangi massa katanya mau nyiram tp ingkar janji. Benarkah berita ini? Netizen ada yang tahu?”

Video yang viral ini langsung menyulut perdebatan di kalangan warga dan pengguna media sosial. Banyak yang menilai unggahan tersebut sebagai upaya untuk mendiskreditkan salah satu pasangan calon di tengah masa tenang Pemilu.

Menyikapi hal tersebut, Tim Advokasi Hukum dari pasangan calon nomor 2, Ratu Dewa – Prima Salam (RDPS), menganggap video tersebut sebagai bagian dari kampanye hitam yang terorganisir.

Sigit Muhaimin, salah seorang anggota Tim Advokasi Hukum RDPS, dengan tegas menyatakan bahwa video yang beredar di media sosial diduga kuat merupakan serangan terhadap paslon nomor 2.

Ia menilai hal ini sebagai bagian dari upaya untuk merusak citra pasangan calon tersebut di masa tenang menjelang pemungutan suara.

Menurutnya, kampanye hitam yang dilakukan melalui media sosial sangat berpotensi merusak proses demokrasi yang sehat.

“Kami menduga akun Instagram tersebut merupakan bagian dari jaringan buzzer yang mendukung salah satu pasangan calon. Tujuannya jelas, yaitu untuk menyudutkan paslon nomor 2 di masa tenang,” kata Sigit Muhaimin dalam rilisnya, pada Selasa (26/11/24) malam.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa video tersebut mengandung unsur penyebaran informasi yang tidak terverifikasi, yang dapat memicu ketegangan politik dan ketidakpercayaan publik terhadap jalannya Pilwako Palembang.

Oleh karena itu, tim advokasi RDPS meminta kepada masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang beredar di media sosial tanpa adanya klarifikasi yang jelas.

Fajar Budiman juga meminta agar publik tidak cepat terprovokasi oleh narasi-narasi yang disebarkan tanpa dasar yang jelas.

“Kami mengimbau masyarakat untuk lebih bijaksana dalam menyikapi informasi yang beredar. Jangan sampai kita terjebak dalam situasi yang memperburuk kondusivitas pilkada hanya karena informasi yang belum tentu kebenarannya,” Ujar Fajar Budiman.

Dalam menanggapi peredaran video tersebut, Shofuan Yusfiansyah, S.H., M.H., Tim Advokasi RDPS lainnya, menegaskan pentingnya tindakan tegas dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan otoritas terkait.

Shofuan mendesak agar Bawaslu segera melakukan penyelidikan dan memberikan sanksi terhadap pihak-pihak yang terbukti menyalahgunakan media sosial untuk menyebarkan konten negatif di masa tenang Pemilu.

“Bawaslu harus bertindak tegas terhadap para pihak yang dengan sengaja menggunakan media sosial untuk menyebarkan konten yang dapat merusak ketenteraman dan keamanan Pilkada.

Ini bukan hanya soal pelanggaran aturan Pemilu, tetapi juga soal menjaga kondusivitas dalam jalannya Pilwako Palembang,” tegas Shofuan Yusfiansyah.

Ia juga menambahkan bahwa keberadaan media sosial sebagai platform yang mudah diakses oleh banyak orang, harusnya digunakan secara bijak dan bertanggung jawab, terutama pada masa-masa sensitif seperti masa tenang menjelang pemungutan suara.

“Masa tenang adalah waktu bagi masyarakat untuk merenung, bukan untuk melancarkan serangan politik yang merugikan semua pihak,” ujarnya.

Tim Advokasi RDPS juga mengimbau kepada seluruh masyarakat Palembang untuk lebih kritis dalam menyaring informasi yang beredar di media sosial, terlebih pada masa-masa seperti ini.

Mereka mengingatkan bahwa kesehatan demokrasi sangat bergantung pada kebijaksanaan publik dalam menyikapi setiap informasi yang belum terverifikasi.

“Kesehatan demokrasi kita tergantung pada kebijaksanaan masyarakat dalam memilih informasi yang benar. Jangan sampai informasi yang tidak jelas kebenarannya justru mengarah pada ketegangan politik,” ungkap Shofuan Yusfiansyah.

Tim Advokasi RDPS menegaskan bahwa mereka akan terus memantau peredaran informasi yang berpotensi merusak iklim demokrasi di Palembang dan siap mengambil langkah hukum jika diperlukan.

Sebagai langkah preventif, Tim Advokasi RDPS juga menyarankan agar seluruh pihak yang terlibat dalam Pilwako Palembang untuk mematuhi kode etik dan aturan yang telah ditetapkan oleh KPU serta Bawaslu.

Dalam era digital yang serba cepat ini, penting bagi setiap individu dan kelompok untuk melakukan verifikasi sebelum membagikan informasi, terutama yang berpotensi meresahkan masyarakat.

“Media sosial memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi opini publik. Oleh karena itu, kita semua harus menjaga tanggung jawab atas informasi yang kita bagikan. Jika ada informasi yang belum jelas kebenarannya, lebih baik untuk tidak disebarkan terlebih dahulu,” tambah Shofuan.

Masa tenang adalah kesempatan bagi masyarakat untuk merenung dan berpikir jernih sebelum memilih pemimpin yang akan memimpin Kota Palembang ke depan.

Oleh karena itu, Tim Advokasi RDPS mengajak semua pihak untuk menjaga suasana yang damai dan kondusif dalam menghadapi hari pemungutan suara yang semakin dekat.

Dengan menahan diri dari penyebaran informasi yang belum terverifikasi, diharapkan Pilwako Palembang dapat berlangsung dengan lancar, damai, dan menghasilkan pemimpin yang benar-benar mencerminkan pilihan rakyat.

“Kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga Pilkada yang jujur, adil, dan transparan. Mari bersama-sama kita pastikan bahwa proses demokrasi ini tetap berjalan dengan baik,” pungkas Shofuan Yusfiansyah.