Hukum & Kriminal

Diduga Cacat Prosedur, Kuasa Hukum Minta Penyidikan terhadap Kadis PMDes Dihentikan

3

LAHAT,  SUMSELJARRAKPOS – Sidang praperadilan yang diajukan mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDes) Kabupaten Lahat, Darul Efendi, terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Lahat memasuki babak akhir.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Lahat, Kamis (8/5/2025), kedua pihak menyampaikan bukti tambahan dan kesimpulan akhir.

Sidang dipimpin Hakim Tunggal Ahmad Ishak Kurniawan, SH, di ruang sidang Prof. Dr. H.M. Syarifuddin, SH, MH, berlangsung kondusif dan terbuka untuk umum.

Pihak pemohon menghadirkan dua saksi ahli, akademis dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (Unsri), Saut P. Panjaitan dan Heni Yuningsih.

Dalam keterangannya, Saut menyoroti pentingnya prosedur dalam penetapan tersangka yang harus mengacu pada asas hukum acara pidana (KUHAP).

“Penetapan tersangka harus dilakukan oleh penyidik yang berwenang, sesuai prosedur, serta memenuhi syarat-syarat formil dan materiil.

Jika prosedur itu dilanggar, maka penetapan tersangka menjadi tidak sah secara hukum,” tegas Saut di hadapan majelis hakim.

Ia menekankan perlunya mekanisme gelar perkara sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka, guna memastikan proses yang transparan dan objektif.

“Gelar perkara penting agar para pihak bisa menilai bersama validitas alat bukti yang digunakan. Ini bagian dari kontrol hukum,” ujarnya.

Saut juga menegaskan, praperadilan adalah instrumen penting untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hak asasi manusia.

“Penegakan hukum yang benar adalah tujuan bersama seluruh elemen peradilan, termasuk jaksa, hakim, dan advokat,” tambahnya.

Heni Yuningsih juga menilai bahwa penetapan tersangka terhadap klien pemohon tidak sah apabila tidak didukung oleh dua alat bukti yang sah secara hukum.

“Penetapan tersangka harus memenuhi syarat dua alat bukti yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan. Jika salah satu alat bukti berupa keterangan saksi mengandung keraguan, maka unsur dua alat bukti tidak terpenuhi, dan penetapan tersangka dapat dikategorikan cacat hukum,” ujar Heni.

Ia menambahkan, keterangan saksi yang sah menurut hukum harus diberikan di bawah sumpah dan memiliki konsistensi dengan alat bukti lain. Ketidaksesuaian dalam keterangan saksi, kata dia, dapat menggugurkan syarat formil penetapan tersangka.

Terkait dugaan gratifikasi yang diterima DE, Heni menjelaskan bahwa sesuai peraturan perundang-undangan, gratifikasi di atas Rp10 juta wajib dibuktikan oleh penerimanya. Sementara untuk nominal di bawah Rp10 juta, tanggung jawab pembuktian berada di tangan penuntut umum.

Menanggapi pertanyaan seputar tindakan DE dalam kapasitasnya sebagai Kepala Dinas PMD Lahat dan anggota tim penetapan batas desa, Heni menyatakan bahwa hal tersebut belum menjadi substansi yang dibahas dalam sidang.

“Saya hadir hari ini sebagai saksi ahli yang diminta oleh penasihat hukum pemohon dalam perkara praperadilan. Pokok perkara belum menjadi materi pemeriksaan,” katanya

Kuasa hukum Darul Efendi dari SHS Law Firm, pimpinan Dr (Card) Sofhuan Yusfiansyah, SH, MH, melalui Angga Saputra, SH., MH didampingi Septiani, SH dan rekan menegaskan, pihaknya sependapat dengan apa yang disampaikan ahli.

“Dimana, menurut pandangan kami, ada dugaan pelanggaran tersebut yang cacat prosedur. Karena itu kepada termohon (Kajari Lahat), untuk menghentikan penyidikan dan segera membebaskan kliennya. Dikarenakan segala keputusan atau penetapan lebih lanjut, dinilai tidak sah dimata hukum,”jelas Angga dengan tegas.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Septiani, SH, dengan demikian, pihaknya penetapan tersangka terhadap kliennya tidak sah dan menuntut agar penyidikan dihentikan.

“Ada cacat prosedur dalam penetapan tersangka terhadap klien kami. Oleh karena itu, kami meminta agar Kajari Lahat menghentikan penyidikan dan segera membebaskan Darul Efendi. Hak dan martabatnya harus dikembalikan,” tegas Septiani.

Di sisi lain, pihak termohon dari Kejaksaan Negeri Lahat tetap pada pendiriannya bahwa penetapan tersangka terhadap Darul Efendi telah sesuai hukum dan prosedur. Mereka menyebut, penetapan tersebut berdasarkan empat alat bukti yang sah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk.

Usai masing-masing pihak menyampaikan bukti tambahan dan kesimpulan, sidang ditutup oleh hakim dan dijadwalkan akan dilanjutkan pada Jumat (9/5/2025) pukul 14.00 WIB dengan agenda pembacaan putusan.

Sidang ini menjadi sorotan publik, terutama karena menyangkut potensi pelanggaran prosedur hukum oleh aparat penegak hukum.

Putusan hakim besok akan menjadi penentu nasib hukum Darul Efendi, sekaligus menjadi cerminan bagaimana asas keadilan ditegakkan dalam sistem peradilan Indonesia.

Exit mobile version