Berita

Defisit APBD Sumsel 2026: Birokrasi Harus Belajar Hidup Efisien

9
×

Defisit APBD Sumsel 2026: Birokrasi Harus Belajar Hidup Efisien

Sebarkan artikel ini

 

PALEMBANG, SUMSEL JARRAKPOS, — Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan seluruh pemerintah kabupaten/kota diimbau bersiap menghadapi tahun anggaran 2026 dengan penuh kehati-hatian. Dana Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat yang selama ini menjadi tulang punggung keuangan daerah, dipastikan anjlok tajam hingga 39,38 persen, seiring meningkatnya beban keuangan negara akibat defisit dan kewajiban pembayaran utang.

Penurunan tersebut mencakup hampir semua komponen utama TKD. Dana Bagi Hasil (DBH) mengalami pemangkasan drastis hingga 71,7 persen, sementara Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik tergerus 83,6 persen. Hanya DAK Nonfisik yang menunjukkan sedikit kenaikan, yakni sekitar 2,6 persen, menurut data Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sumatera Selatan, 6 Oktober 2025.

“Ini bukan hanya soal angka, tetapi soal kemampuan daerah bertahan dalam tekanan fiskal nasional. Pemerintah daerah harus segera menyesuaikan struktur belanja, terutama pada sektor non prioritas,” ujar Rahmadi Murwanto, Kepala Kanwil DJPb Sumsel. Selasa (7/10/2025)

APBD Tertekan, Saatnya Pangkas Belanja Tidak Produktif

Dengan proyeksi pendapatan yang merosot, pemerintah daerah dituntut melakukan langkah korektif dan penghematan ekstrem. Pengamat kebijakan publik menilai, pos-pos seperti Tunjangan Pendapatan Pegawai (TPP), gaji Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), serta biaya operasional kantor dan perjalanan dinas perlu menjadi sasaran utama rasionalisasi.

Selain itu, operasional Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan belanja hibah juga disarankan dikaji ulang. Banyak BUMD dinilai tidak produktif dan justru mengandalkan dana dari bagian hasil migas dan minerba tanpa kontribusi nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Sudah saatnya pemerintah daerah berani melakukan efisiensi menyeluruh. Jangan masyarakat yang disuruh berhemat, sementara birokrasi masih hidup mewah dengan tunjangan besar dan rapat di hotel berbintang,” ujar seorang analis kebijakan publik di Palembang.

Ia menambahkan, ASN perlu menunjukkan empati terhadap kondisi fiskal dengan bersedia menerima pengurangan tunjangan kinerja dan jabatan, sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat yang tengah menghadapi inflasi tinggi dan daya beli yang terus melemah.

TGUPP dan Pokir DPRD Jadi Sorotan

Pos TGUPP juga menjadi perhatian tajam publik karena dinilai tidak sejalan dengan semangat efisiensi yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto. Tim ini disarankan dikurangi hingga hanya dua atau tiga orang saja, dengan gaji yang disesuaikan setara Upah Minimum Regional (UMR).

Selain itu, belanja Pokok Pikiran (Pokir) DPRD direkomendasikan untuk ditangguhkan sementara waktu atau dipangkas hingga 80 persen. Pasalnya, fungsi aspirasi masyarakat dinilai telah diakomodasi dalam program-program pembangunan infrastruktur dan pelayanan dasar yang dibiayai langsung APBD.

“Pokir DPRD seringkali tumpang tindih dengan program OPD dan cenderung menjadi beban. Dalam situasi fiskal defisit, belanja seperti itu seharusnya ditunda,” ujar Rahmadi. (*)