PALEMBANG, SUMSEL JARRAKPOS, – Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang melanda sejumlah daerah di Sumatera Selatan diduga kuat disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan belum optimalnya penerapan sistem digital dalam proses penyalurannya. Dari total 102 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berwenang menerbitkan rekomendasi pembelian BBM bersubsidi, hanya delapan OPD yang menggunakan aplikasi XSTAR, sedangkan sisanya masih mengandalkan sistem manual.
Aplikasi XSTAR merupakan sistem digital yang dikembangkan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk memastikan penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran. Sistem ini terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan dilengkapi kode QR yang dapat dipindai di SPBU. Dengan mekanisme ini, pembelian BBM bersubsidi oleh nelayan, petani, dan pelaku usaha mikro bisa dilakukan secara langsung tanpa manipulasi data atau dokumen.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebagian besar OPD di Sumatera Selatan belum terhubung ke sistem tersebut. Akibatnya, penyaluran BBM bersubsidi menjadi tidak terkontrol dan rawan diselewengkan, sehingga memicu kelangkaan di berbagai SPBU.
“Kalau hanya delapan OPD yang sudah pakai aplikasi XSTAR sementara sisanya masih manual, wajar kalau distribusinya tidak terpantau. Ini membuka peluang besar untuk kebocoran,” kata Feri Kurniawan, Deputi K-MAKI Sumsel, Rabu (15/10/2025).
Feri menilai kondisi ini menjadi salah satu penyebab utama terjadinya ketidaktepatan sasaran dalam distribusi BBM bersubsidi. Ia mempertanyakan siapa sebenarnya yang menikmati subsidi tersebut.
“Kemana larinya BBM bersubsidi dari rekomendasi OPD itu? Apakah benar dinikmati oleh masyarakat kecil seperti nelayan dan petani, atau justru pengusaha, tengkulak, dan mafia BBM yang bermain di balik layar?” ujarnya.
Menurutnya, potensi kebocoran penyaluran BBM bersubsidi di Sumatera Selatan bisa mencapai puluhan miliar rupiah setiap bulan. Ia juga menyoroti kemungkinan adanya praktik korupsi dan kolusi antara oknum di tingkat OPD dan pihak-pihak tertentu yang terlibat dalam rantai distribusi.
“Jika praktik ini terus dibiarkan, maka kebocoran BBM bersubsidi akan menjadi ladang korupsi baru. BPH Migas dan Pertamina harus segera turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap mekanisme distribusi di lapangan,” tegasnya. (*)