PRABUMULIH, SUMSEL JARRAKPOS, – Aktivis lingkungan Kawali Sumsel bersama gabungan ormas dan LSM di Prabumulih segera menggelar aksi massa menuntut pertanggungjawaban Pertamina dan Pemprov Sumsel.
Aksi ini digelar sebagai buntut dari insiden kebocoran pipa Pertamina yang terjadi berulang di Prabumulih beberapa hari lalu yang menjadi sorotan.
Pertamina dianggap sebagai penjahat lingkungan karena telah abai terhadap dampak yang dirasakan oleh lingkungan dan masyarakat, sementara Pemprov Sumsel seperti diam dan tutup mata terhadap korporasi ini.
“Kami bersinergi dengan kawan-kawan di Prabumulih yang concern dengan masalah ini. Pemerintah dan Pertamina terkesan abai terhadap lingkungan dan mengorbankan masyarakat,” tegas Ketua Kawali Sumsel, Chandra Anugerah.
Aksi itu rencananya akan digelar di dua tempat, pertama di Prabumulih dan kedua di Pemprov Sumsel agar aspirasi ini bisa didengar dan ditindaklanjuti.
Terlebih sebelum ini, Kawali Sumsel bersama gabungan ormas dan LSM di Prabumulih juga telah turun langsung dan mengambil sampel air yang tercemar di Sungai Kelekar akibat bocornya pipa minyak milik Pertamina itu.
“Saat ini sampel yang sudah kita ambil sedang diuji. Jauh di luar itu, kita semua berharap masalah seperti ini tidak berulang kedepan, namun tentu hrus menjadi perhatian serius bagi Pertamina maupun pemerintah,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, bocornya pipa Pertamina mencemari lingkungan dan pemukiman warga, di Kelurahan Majasari, Kecamatan Prabumulih Selatan, Kota Prabumulih.
Warga masih harus berjuang menghadapi pencemaran lingkungan, serta bau menyengat, kendati tumpahan minyak sudah dibersihkan.
Tumpahan minyak masih melekat akar dan rerumputan yang berada di sepanjang aliran Sungai Kelekar. Mulai dari sumbernya yang berada di Kelurahan Majasari hingga beberapa kilometer di Kelurahan Muara Dua, Gunung Ibul hingga Desa Pangkul.
Menurut Chandra, Pertamina harus menunjukkan tanggung jawab lebih dari sekadar melakukan pembersihan. Utamanya berkaitan dengan ekosistem lingkungan dan dampak yang dirasakan oleh warga.
Apa yang terjadi saat ini menurutnya bisa membuat Pertamina terancam UU Lingkungan Hidup karena dianggap abai terhadap permasalahan lingkungan. “Hal ini harus dilihat dalam logika sebab akibat,” tegas Chandra.
Salah satunya, kebocoran disebabkan oleh pipa yang usang, tidak ada pemeriksaan jalur pipa yang komprehensif sehingga menurutnya lingkungan dan warga yang harus menjadi korban.
“Ini adalah keteledoran perusahaan (Pertamina Hulu Rokan (PHR) Zona 4 Prabumulih Field) dalam menjaga asetnya. Kejadian ini seharusnya tidak perlu terjadi apabila ada ketelitian dalam menjaga kondisi pipa yang kami duga jadi sebabnya,” ungkap Chandra.
Sebelumnya pula, pertemuan antara perwakilan warga enam kelurahan dan 1 desa yang dialiri Sungai Kelekar dengan PHR Zona 4 Prabumulih Field yang berlangsung di Gedung Islamic Center Kota Prabumulih, Senin (10/7).
Pertemuan yang difasilitasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Prabumulih menyepakati empat poin, yaitu Pertama, pihak perusahaan bersedia melibatkan tenaga harian lokal atau warga setempat di Kelurahan masing-masing untuk melakukan pekerjaan pembersihan paparan limbah B3 di lokasinya.
Kedua, data laporan warga terdampak terdiri dari nama warga, jarak rumah dari pinggiran sungai kelekar, alamat dan permasalahan warga terdampak atau media tercemar.
Ketiga, pendataan warga terdampak diterima paling lambat sampai Rabu, 12 Juli 2023 ke Pertamina Hulu Rokan Zona 4 Prabumulih Field. Keempat, laporan warga terdampak yang masuk akan diverifikasi ke lapangan oleh tim bersama yang terdiri dari DLH Kota Prabumulih, Pertamina Hulu Rokan Zona 4 Prabumulih Field, RT dan aparat setempat.
Ada enam kelurahan dan satu desa yang menjadi wilayah terdampak, yaitu Kelurahan Majasari, Karang Raja, Tugu Kecil, Muara Dua, Gunung Ibul, Sindur dan Desa Pangkul. (Rillis)