PALEMBANG, SUMSEL JARRAKPOS, – Setiap sore selepas tugas dinas di Lanud Sri Mulyono Herlambang, Palembang, Tri Suharyono tak langsung pulang ke rumah untuk beristirahat. Seragam dinasnya ia gantikan dengan pakaian sederhana, lalu melangkah ke sebuah bangunan sederhana di Jalan Kolonel Sei Husin, Kelurahan Sukamulya, Talang Betutu. Di sanalah suara anak-anak melantunkan ayat-ayat suci terdengar.
Bangunan itu adalah Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) Miftahul Jannah, yang didirikan Tri 11 tahun lalu. Tidak ada dana pemerintah, tidak ada sponsor besar. TPQ itu lahir dari niat tulus dan kocek pribadinya.
“Dulu lahan ini seadanya. Saya bersama istri dan beberapa ustazah mengumpulkan sedikit demi sedikit dari gaji. Tujuannya satu: supaya anak-anak di kampung kami bisa belajar agama tanpa biaya,” ujar Tri saat ditemui, Minggu (24/8/2025).
Berawal dari Keprihatinan
Tri yang lahir dan besar di lingkungan tersebut melihat banyak anak-anak yang tidak punya akses mengaji dengan benar. Guru mengaji pun terbatas, apalagi tempat belajar. Ia mengaku tergerak ketika melihat sebagian anak-anak mengaji di teras rumah warga dengan penerangan seadanya.
“Kalau bukan kita, siapa lagi? Saya pikir tugas prajurit tidak hanya menjaga NKRI dengan senjata, tapi juga menyiapkan generasi penerus yang berakhlak,” katanya.
TPQ Miftahul Jannah memulai kegiatan dengan 20 anak. Kini, santri yang belajar gratis di sini mencapai ratusan. Para pengajar adalah ustazah dari warga sekitar yang juga digaji secara swadaya.
Perjuangan Dana dan Swadaya
Selama 11 tahun, Tri tidak pernah menarik iuran dari para santri. Seluruh kegiatan dibiayai dari gajinya, ditambah bantuan sukarela warga. “Kalau ada acara seperti peringatan kemerdekaan, saya sisihkan lagi sebagian. Kadang ada warga ikut bantu. Tahun ini Pakde Riwanto menyumbang Rp. 500 ribu,” ujar Tri.
Pendanaan minim tidak membuat kegiatan TPQ surut. Sebaliknya, justru semakin kreatif. Gedung sederhana dipakai maksimal, peralatan belajar seadanya, hadiah lomba pun apa adanya. Namun, antusias warga dan santri tetap tinggi.
“Yang penting semangatnya. Kami ingin ajarkan bukan hanya mengaji, tapi juga cinta tanah air,” ujar Tri.
Jalan Sehat: Nasionalisme dari Gang Sempit
Puncak kegiatan tahunan TPQ ini adalah jalan sehat setiap momen HUT Kemerdekaan RI. Tahun ini, peringatan HUT ke-80 RI diikuti 500 peserta: 200 santri, 200 orang tua, dan sisanya warga sekitar RT 06. Acara dibuka Ketua RT Harun Dhani.
Hadiah-hadiah yang dibagikan sederhana, dari kipas angin, kompor gas, peralatan RT, beras, minyak goreng hingga peralatan sekolah dan lain – lain. Tapi, suasananya meriah. “Anak-anak senang sekali. Ini bukan soal hadiah, tapi kebersamaan,” kata Siti Aminah, salah satu wali santri.
Tri menegaskan tujuan jalan sehat bukan sekadar olahraga. “Kami ingin tanamkan hubbul wathon minal iman. Cinta tanah air bagian dari iman. Ini cara sederhana kami memupuk nasionalisme,” ujarnya.
Program Sosial dan Nilai Moderasi
Selain belajar Al-Qur’an, TPQ ini juga mengajarkan nilai Islam yang moderat dan toleran. Anak-anak diajak memahami keberagaman, tidak eksklusif. “Kami ajarkan Islam yang ramah, bukan marah,” ujar Tri.
TPQ juga punya program sosial rutin: Jumat Berkah, berbagi makanan, sayur-mayur, dan bantuan lain untuk yatim dan warga miskin. “Kebaikan kalau hanya disimpan di hati, tidak bermanfaat. Harus diwujudkan dalam tindakan,” ujarnya.
Pesan untuk Generasi Muda
Dalam momen HUT ke-80 RI, Tri menitipkan pesan penuh motivasi. “Jangan takut bermimpi besar. Berani mencoba hal baru, kreatif memecahkan masalah, dan jaga persatuan. Jangan jadi air tergenang yang keruh, tapi jadilah air mengalir yang memberi manfaat,” ujarnya.
Perjuangan Tri membangun TPQ dari nol menjadi bukti bahwa pengabdian tidak selalu identik dengan pangkat dan jabatan. “Menjadi prajurit negara tidak hanya soal perang, tapi juga membangun akhlak generasi. Ini cara saya membalas budi kepada kampung sendiri,”pungkasnya. (WNA)