Tak Berkategori

Pencemaran Sungai di Banyuasin Kian Parah, Warga Tuding Limbah PT KAM Jadi Biang Kerok

1
×

Pencemaran Sungai di Banyuasin Kian Parah, Warga Tuding Limbah PT KAM Jadi Biang Kerok

Sebarkan artikel ini
Oplus_131072

 

BANYUASIN,SUMSEL JARRAKPOS.COM. — Warga Desa Biyuku, Kecamatan Suak Tapeh, Kabupaten Banyuasin, menjerit akibat pencemaran sungai yang diduga kuat disebabkan oleh limbah dari PT Kasih Agro Mandiri (KAM). Air sungai yang selama ini menjadi sumber kehidupan warga kini berubah warna menjadi hitam pekat dan mengeluarkan bau busuk yang menyengat.

“Kondisinya parah. Air tak bisa dipakai lagi, baunya menyiksa. Kami selama ini hidup dari sungai itu,” ujar salah satu warga dengan nada kesal, Senin (21/7/2025).

Pencemaran ini tidak hanya berdampak pada kebutuhan sehari-hari, tetapi juga menghantam mata pencaharian warga yang bergantung pada hasil tangkapan ikan. Beberapa nelayan mengaku sulit mendapatkan ikan dalam beberapa pekan terakhir. Tak sedikit pula ditemukan ikan-ikan mati mengapung di permukaan air.

Kemarahan warga kian memuncak karena belum ada tindakan tegas dari pemerintah daerah maupun dinas lingkungan hidup. Mereka menilai pemerintah terkesan lamban dan membiarkan masyarakat menderita.

“Kalau terus dibiarkan, ini bisa jadi bencana lingkungan besar. Kami minta investigasi dan penindakan, bukan hanya janji,” tegas salah satu tokoh masyarakat.

Warga juga mendesak agar ada solusi konkret dan berkelanjutan, bukan sekadar proyek tambal sulam atau janji manis perusahaan.

Namun alih-alih menunjukkan tanggung jawab, pihak PT KAM justru terkesan cuci tangan. Mereka berdalih bahwa kondisi air sungai yang keruh dan berbau merupakan dampak musim kemarau.

“Musim kemarau ini memang airnya seperti itu,” ujar perwakilan perusahaan dengan enteng.

Lebih lanjut, mereka mengklaim telah berusaha mengatasi persoalan warga dengan membuat sumur bor—yang ternyata gagal. Kini mereka berdalih sedang mengupayakan sambungan PDAM, namun menunggu dana aspirasi dari DPRD.

Jawaban ini dianggap mengelak dari substansi persoalan. Pasalnya, masyarakat tak butuh dalih, melainkan tanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang terjadi.

“Kalau memang tidak bersalah, kenapa air berubah drastis sejak pabrik beroperasi? Jangan anggap kami bodoh,” tukas warga lain yang enggan disebutkan namanya.

Masyarakat berharap aparat penegak hukum dan instansi terkait turun langsung ke lapangan untuk menyelidiki secara independen. Jika benar ditemukan pelanggaran, mereka menuntut agar izin operasional perusahaan dicabut dan manajemen bertanggung jawab penuh atas kerugian yang ditimbulkan.(WT)