PALEMBANG SUMSEL JARRAKPOS, -Rencana operasional pelabuhan bongkar muat batubara milik PT Musi Prima Coal yang berada di Desa Dangku, Kecamatan Empat Petulai Dangku, Kabupaten Muara Enim kembali mendapat protes dari elemen masyarakat.
Setelah sebelumnya sempat disetop oleh warga dari empat desa di Kota Prabumulih dan Muara Enim, rencana tersebut kembali mendapat protes dari massa Kawal Lingkungan Hidup Indonesia Lestari (KAWALI) Sumsel. Puluhan massa, Senin (17/4), mendatangi Kantor Gubernur Sumsel untuk menyampaikan keberatannya atas aktivitas tersebut.
Sekretaris KAWALI Sumsel, Kevin mengatakan, pihaknya menguatkan kekhawatiran masyarakat yang berada di sekitar pelabuhan terkait lalu lintas kapal tongkang yang nantinya akan terjadi ketika pelabuhan beroperasi. Menurutnya, abrasi yang terjadi dalam kurun waktu dua tahun terakhir sudah cukup parah terjadi di kawasan pinggiran Sungai Lematang.
“Jika ditambah lagi dengan aktivitas tongkang, maka abrasi yang terjadi bisa bertambah parah dan mengancam kehidupan masyarakat. Gelombang yang ditimbulkan dari kapal tongkang akan menghantam tanah di pinggiran sungai dan menyebabkan abrasi maupun longsor,” kata Kevin usai melakukan unjuk rasa.
Dia mengatakan, Musi Prima Coal selaku perusahaan yang akan mengoperasikan pelabuhan tidak layak untuk diberikan izin. Sebab, sindikasi tiga perusahaan yakni Musi Prima Coal, Lematang Coal Lestari dan GHEMMI tercatat sudah sering mendapat sanksi lantaran aktivitasnya melakukan pengrusakan lingkungan.
Dalam catatan KAWALI Sumsel, setidaknya perusahaan sudah pernah mendapat tujuh sanksi. Diantaranya, sanksi penghentian sementara aktivitas pertambangan dari Gubernur Sumsel melalui Kepala Dinas ESDM pada tahun 2016.
Sanksi dari Gakkum Kementerian LHK akibat penimbunan Fly Ash Bottom Ash (FABA) pada tahun 2018. Sanksi dari Gubernur Sumsel untuk pemulihan atas kerusakan lingkungan akibat penutupan Sungai Penimur yang berdampak pada masyarakat Payu Putat, Prabumulih pada 2018.
Sanksi dari Kementerian PUPR atas pemindahan alur Sungai Penimur pada 2018. Sanksi penghentian operasional atas Kecelakaan dalam Aktivitas Pertambangan yang diberikan oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM yang tidak diindahkan oleh PT Musi Prima Coal dan kontraktornya PT Lematang Coal Lestari pada 2021
Sanksi pemeriksaan dari Mabes Polri akibat perusakan dan pencemaran lingkungan hidup dan penambangan illegal yang dilakukan oleh PT Musi Prima Coal dan Lematang Coal Lestari pada 2021 – 2022. Terakhir, sanksi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumsel akibat pembangunan pelabuhan batubara tanpa izin di wilayah Sungai Lematang pada 2022.
“Deretan sanksi ini menandakan perusahaan tidak pernah memprioritaskan keberlangsungan dan kelestarian lingkungan hidup dalam operasionalnya. Sehingga, apabila aktivitas bongkar muat pekabuhan ini diberikan izin, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akan bertambah parah,” ucapnya.
Selain itu, dalam kegiatan pengawasan terpadu yang pernah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Sumsel bersama dengan Komisi IV DPRD Sumsel juga Dinas ESDM dan Kementerian ESDM melalui Inspektur Tambang pada Juli 2022 lalu, juga diketahui kalau posisi kordinat pelabuhan itu berada di luar IUP.
KAWALI Sumsel juga melihat hingga hari ini, tidak ada tindakan nyata dari pihak berwenang, baik Pemprov Sumsel, Dinas terkait dan ataupun aparat penegak hukum untuk memberikan sikap tegas terharap perusahaan ini. Sehingga, perusahaan terkesan kebal hukum.
“Untuk itu, kami minta ketegasan dan pembuktian dari pihak-pihak yang telah kami sebutkan sebelumnya. Utamanya Pemprov Sumsel atau Gubernur Herman Deru untuk berani mencabut izin usaha perusahaan ini, melampaui capaian Gubernur sebelumnya yang hanya mampu memberikan sanksi namun tetap tidak diindahkan oleh sindikasi korporasi ini,” tegasnya.
KAWALI Sumsel juga menuntut Aparat Penegak Hukum menangkap aktor intelektual dari sindikasi perusahaan ini yang diduga telah menyebabkan kerugian negara sampai ratusan miliar rupiah, juga mengusut serta menangkap oknum yang terlibat dalam upaya merugikan negara ini baik dari Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi, sampai Pemerintah Pusat.
Meminta PPATK untuk mengusut aliran dana dari PT Musi Prima Coal, PT Lematang Coal Lestari, PT GHEMMI ke rekening milik oknum yang terlibat dalam upaya merugikan keuangan negara, seperti oknum kementerian, pemerintah provinsi, pejabat dan mantan pejabat PT PLN, bahkan aparat penegak hukum yang bermain dalam kasus ini.
Membekukan seluruh asset dari PT Musi Prima Coal dan PT Lematang Coal Lestari, kemudian memberikannya kepada masyarakat Muara Enim dan masyarakat Prabumulih sebagai kompensasi dari kerusakan lingkungan dan pencemaran yang telah dirasakan selama lebih dari 10 tahun terakhir.
Usai menyampaikan tuntutannya, massa KAWALI Sumsel memberikan pernyataan sikap kepada perwakilan Pemprov Sumsel yang diterima Kabid Penegakan Hukum (Gakkum) Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Sumsel, Yulkar Pramilus dan Kabid Teknik dan Penerimaan Minerba Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumsel, Armaya Sentanu Pasek. (ril)