DaerahPali

Produksi Gabah di PALI Masih Rendah, Petani Harapkan Dukungan Nyata

4
×

Produksi Gabah di PALI Masih Rendah, Petani Harapkan Dukungan Nyata

Sebarkan artikel ini

PALI, SUMSELJARRAKPOS – Meski pemerintah pusat tengah mendorong peningkatan produksi gabah untuk mencapai swasembada pangan, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Provinsi Sumatera Selatan, masih menghadapi berbagai tantangan di lapangan.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten PALI, Ahmad Jhoni, mengakui bahwa produktivitas gabah di wilayahnya masih tergolong rendah, yakni berkisar 2 hingga 3 ton per hektare. Salah satu faktor utama yang menghambat peningkatan produksi adalah minimnya infrastruktur irigasi.

“Ketersediaan irigasi sangat terbatas. Untuk itu, pembangunan jaringan irigasi dari tingkat tersier hingga sekunder sangat mendesak. Dengan irigasi yang memadai, masa tanam petani bisa meningkat dari satu kali menjadi dua kali, bahkan tiga kali panen dalam setahun,” ujar Ahmad Jhoni dalam sebuah acara belum lama ini.

Guna mendukung program swasembada pangan, Dinas Pertanian PALI telah melakukan sejumlah upaya, seperti pemberian bantuan benih, pupuk, alat mesin pertanian (alsintan), serta penyuluhan kepada petani. Ahmad Jhoni menambahkan, pihaknya juga terus mengoptimalkan lahan, termasuk 6.000 hektare sawah produktif dan lahan marginal lainnya.

Namun, di lapangan, petani mengaku belum sepenuhnya merasakan dampak dari program pemerintah tersebut. Sumardi, Ketua Kelompok Tani Sinar Penukal dari Kelurahan Talang Ubi Utara, mengungkapkan bahwa bantuan pemerintah masih belum merata.

“Selama ini kami bertani dengan modal sendiri. Bibit, traktor, hingga mesin perontok padi semua harus kami sewa. Bantuan dari pemerintah belum pernah kami terima,” kata Sumardi.

Ia juga menyoroti minimnya kehadiran petugas penyuluh lapangan (PPL) di daerahnya. “Penyuluhan hampir tidak pernah ada. Kami bahkan tidak tahu siapa PPL kami karena tidak pernah berkunjung. Dengan kondisi seperti ini, kami pesimis produksi gabah bisa meningkat,” tambahnya.

Terkait pupuk, Sumardi mengaku sawahnya hanya mengandalkan pupuk alami dari kotoran ternak, karena harga pupuk anorganik dianggap tidak terjangkau dan bantuan subsidi tidak pernah diterima.

Padahal, menurut Sumardi, potensi peningkatan hasil sangat besar jika dukungan yang memadai diberikan. “Saat ini, satu hektar sawah kami bisa menghasilkan lebih dari 5 ton gabah. Kalau mendapatkan pupuk dan peralatan yang cukup, produksi kami bisa melonjak,” jelasnya.

Sumardi berharap pemerintah tidak hanya mendorong peningkatan produksi di atas kertas, tetapi juga mewujudkannya dengan langkah konkret. Ia meminta agar bantuan alsintan, seperti mesin perontok padi dan pompa air, bisa diberikan secara merata kepada petani.

“Kalau alsintan tersedia, kami yakin bisa panen tiga kali setahun. Air di lokasi kami cukup, tinggal bantuan alatnya saja,” tutup Sumardi penuh harap *****