PeristiwaHukum & Kriminal

Dugaan Pungli Berkedok Iuran Komite di SD Negeri 11 Muara Sugihan, Orang Tua Siswa Resah

8
×

Dugaan Pungli Berkedok Iuran Komite di SD Negeri 11 Muara Sugihan, Orang Tua Siswa Resah

Sebarkan artikel ini

PALEMBANG, SUMSELJARRAKPOS – Dunia pendidikan kembali diwarnai dugaan pungutan liar (pungli) berkedok iuran komite. Kali ini, dugaan ini mencuat di SD Negeri 11 Muara Sugihan, Kabupaten Banyuasin.

Surat bernomor 001/KOM/SDN 11.MS/2025, yang ditandatangani Ketua Komite Sekolah, Salamun Juliantoro, pada 12 Maret 2025, yang diduga menjadi pemicu keresahan para orang tua.

Surat tersebut menyatakan bahwa mulai tahun 2025, setiap wali murid diputuskan membayar iuran sebesar Rp 350.000 per tahun dengan memandang kondisi siswa dalam artian jika siswa yang berstatus yatim/piatu/yatim piatu orang tua/wali murid tersebut tidak dikenakan iuran komite.

Didalam surat tersebut juga mengatur sistem pembayaran menjadi dua tahap, yakni pertama Rp 200.000 saat panen padi dan kedua Rp 150.000 saat panen jagung.

Surat itu juga menegaskan bahwa iuran akan dikumpulkan melalui wali kelas dan wajib disertai bukti pembayaran (kwitansi).

Lebih lanjut, aturan yang tertuang dalam surat menyebutkan bahwa siswa yang tidak dapat menunjukkan kwitansi akan dianggap belum membayar, menimbulkan kekhawatiran di kalangan orang tua.

Sejumlah orang tua murid mengaku keberatan dengan kewajiban iuran tersebut.

Salah satu wali murid yang meminta identitasnya dirahasiakan membenarkan adanya surat pemberitahuan itu.

“Saya dapat surat dari sekolah, isinya disuruh bayar Rp350.000. Senin ini harus setor Rp200.000, sisanya Rp150.000 saat panen jagung.

Jujur, saya keberatan! Apalagi ini mendadak dan tanpa musyawarah. Cari makan saja susah, sekarang malah dipalak komite sekolah,” keluhnya, Sabtu (15/03/25).

Seorang wali kelas berinsial SB saat dikonfirmasi membenarkan adanya edaran tersebut namun mengelak bertanggung jawab.

“Saya hanya menyampaikan informasi. Silakan tanya langsung ke komite,” ujarnya singkat.

Ditempat berbeda, Koordinator Forum Koalisi Intelektual Pendidikan (FKIP), Angga Saputra, mengungkapkan pandangannya jika praktik seperti ini bukan fenomena baru di dunia pendidikan.

“Meski dalam surat tersebut disebutkan bahwa dana digunakan untuk pengadaan sarana tambahan dan peningkatan kualitas pendidikan, pertanyaannya adalah apakah penetapan iuran ini telah melalui prosedur yang benar sesuai aturan yang berlaku?,”ungkap Angga dengan tegas.

Lebih lanjut, Angga menjelaskan apabila mengacu pada Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, iuran bersifat sukarela atau sumbangan yang tidak mengikat, dan boleh bersifat wajib atau mengikat. Apalagi mengancam siswa yang tidak membayar.

“Jika ada unsur pemaksaan, hal ini dapat kami duga masuk dalam kategori sebagai pungli,”tegasnya.

Angga kembali menekankan bahwa jika ada pungutan atau iuran yang bersifat mengikat dan membebani wali murid, hal tersebut merupakan pelanggaran hukum dan termasuk dalam kategori pungutan liar (pungli).

“Jika kami telaah dan analisa isi surat tersebut, patut kami duga telah mengangkangi Permendikbud No. 75 Tahun 2016. Bahkan diduga praktik ini dapat dikategorikan sebagai unsur pungli,” tambahnya.

Angga juga minta dugaan ini dapat menjadi atensi khusus dari Dinas Pendidikan dan Inspektorat Kabupaten Banyuasin.

“Jika terbukti ada unsur pelanggaran, kami minta pihak terkait wajib memberikan sanksi tegas demi menegakkan aturan serta melindungi hak-hak siswa dan orang tua,”pungkasnya

Sementara itu, Ketua Komite dan Kepala SD Negeri 11 Muara Sugihan, sampai berita ini diterbitkan masih berusaha untuk dimintai tanggapan prihal ini.