PALEMBANG, SUMSEL JARRAKPOS, – Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) bakal memangil Kepala SMA Negeri 18 Palembang dan para pihak terkait, pada 2 Agustus 2024 mendatang.
Pemanggilan ini bertujuan untuk memberikan klarifikasi terkait atas dugaan pungutan liar (pungli), penahanan ijazah, serta kekerasan verbal terhadap siswa di SMA Negeri 18 Palembang.
Hal tersebut terungkap pada saat Komisi V DPRD Provinsi Sumsel menerima aduan yang disampaikan oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Karya Justitia Indonesia (GKJI) Provinsi Sumsel di Ruang Rapat Bapemperda DPRD Provinsi Sumsel, Rabu (24/07/24).
Ketua Komisi V DPRD Provinsi Sumsel, Susanto Adjis SH, menyampaikan bahwa pihaknya menerima sejumlah aduan dari beberapa guru, alumni dan siswa terkait berbagai masalah yang terjadi di SMA Negeri 18 Palembang.
“Ada empat permasalahan yang disampaikan ke kami terkait adanya dugaan Pungli, uang sertifikasi guru, penahanan ijazah, dan kekerasan verbal terhadap siswa di lingkungan SMA Negeri 18 Palembang, “ungkap Susanto.
Ironisnya lagi, kata Susanto, ada sejumlah siswa yang tidak diizinkan mengikuti ujian semester dan beberapa alumni yang ijazahnya di tahan lantaran belum membayar uang komite.
“Padahal, uang komite itu sifatnya sukarela dari orang tua atau wali murid,” ungkap Susanto.
Lebih lanjut, Susanto mengungkapkan hampir 50 guru di sekolah tersebut yang telah mendapatkan sertifikat dipaksa untuk memberikan kontribusi sebesar Rp 120 ribu per guru, diduga masuk ke dalam Majelis Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Tingkat SMA.
“Meskipun pihak MKKS membantah penerimaan uang kontribusi tersebut. Namun, ada tanda terima yang mengindikasikan adanya pembayaran tersebut, meski tidak jelas siapa penerimanya,”jelas Santoso.
Setelah mendengar semua pengaduan ini, Susanto menyatakan bahwa pihaknya sepakat memanggil Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumsel, Kepala SMA Negeri 18 Palembang, Ketua Inspektorat dan MKKS, serta beberapa pihak terkait lainnya untuk konfrontasi dan klarifikasi.
“Kami akan memanggil kepala SMA Negeri 18 Palembang dan pihak terkait lainnya pada 2 Agustus 2024 untuk konfrontasi dan klarifikasi. Jika terbukti ada unsur pidana, maka kami akan menyerahkan kasus ini kepada Aparat Penegak Hukum (APH),” tegas politisi PDI Perjuangan ini.
Dunia pendidikan, lanjut Susanto, seharusnya tidak mengenal kekerasan verbal terhadap siswa seperti melarang siswa ikut ujian semester dan menahan ijazah mereka.
“Ini merupakan tindakan yang tidak dibenarkan. Apalagi dengan alasan wajib membayar uang komite,”tegasnya.
Dengan adanya aduan ini, kata Susanto dapat menjadi pintu masuk untuk menertibkan praktik pungli yang terjadi di sekolah-sekolah. “Kami akan terus mengawasi dan menindak tegas setiap pelanggaran yang terjadi di dunia pendidikan,” tandasnya
Hal serupa juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi V, Mgs. H. Syaiful Padli, ST., MM., menegaskan bahwa berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap pengaduan yang diterima, terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan.
“Jika ada indikasi kriminalitas, kasus ini akan diteruskan ke aparat penegak hukum. Kepala sekolah yang bersalah harus mendapatkan sanksi tegas dari Dinas Pendidikan, bisa berupa pemecatan,” katanya.
Lebih lanjut, Politisi PKS ini mengatakan pihaknya akan berencana pada 2 Agustus 2024 mendatang akan melakukan pemanggilan para pihak terkait untuk melakukan konfrontasi dan Klarifikasi mengenai masalah ini. “Jika terbukti ada pelanggaran, kasus ini akan dilanjutkan ke ranah hukum,”tegasnya.
“Dunia pendidikan harus bebas dari tindakan kekerasan dan pungutan liar. Kami akan terus mengawasi dan menindak tegas setiap pelanggaran yang terjadi,” pungkasnya.
Sementara itu, Juru bicara GKJI, Ade Indra Chaniago di dampingi Kuasa Hukum GKJI, mengungkapkan bahwa pihaknya datang ke DPRD Provinsi Sumsel untuk menyampaikan keluhan para guru dan siswa yang merasa terzalimi oleh oknum Kepala SMA Negeri 18 Palembang.
Dia juga menyayangkan adanya penahanan ijazah siswa hanya karena belum membayar uang komite, yang jumlahnya tiba-tiba naik dari Rp 600 ribu menjadi Rp 2,6 juta.
“Perbuatan seperti ini sangat zalim. Siswa juga sering dihina jika tidak mampu membayar. Selain itu, siswa yang ingin mengambil ijazahnya dipaksa menandatangani surat perjanjian,” kata Ade.
Ade menegaskan bahwa sekolah bukanlah pasar yang bertujuan mencari keuntungan, tetapi tempat untuk memberikan pendidikan dan sedekah ilmu.
“Guru seharusnya menjadi teladan, bukan pelaku pungli. Kami berharap agar kepala sekolah segera diganti dan tidak ada lagi kejadian serupa di masa depan,” pungkasnya
Ditempat yang sama, beberapa oknum guru yang minta tidak disebutkan namanya ini lantaran khawatir berdampak bagi dirinya mengakui jika
adanya sikap arogan dari Kepala Sekolah terhadap guru dan siswa.
Guru-guru merasa terintimidasi dan tidak nyaman dalam menjalankan tugas karena dipaksa memberikan kontribusi dari uang sertifikasi mereka.
“Tapi mereka takut untuk melapor. Kami berharap dengan mengadu ke Komisi V, kami bisa mendapatkan solusi terbaik,” ungkapnya.
Ditempat terpisah, Kepala SMA Negeri 18 Palembang, H. Heru Supeno, melalui pesan singkat vi WhatsApp Pribadinya menyatakan akan memberikan klarifikasi langsung kepada Komisi V DPRD Sumsel.
“Saya akan hadir di Komisi V untuk memberikan klarifikasi secara langsung. Tidak perlu klarifikasi melalui media,” tulisnya. (WNA)