Ilmu Sedekah Chairul S Matdiah dari Penjual Kopi, Wartawan, Pengacara Hingga Wakil Rakyat

Opini & Tajuk197 Dilihat

SUMSELJARRAKPOS – Sebagian besar orang sukses harus berjuang dulu sebelum meraih kesuksesan, sosok anggota DPRD Sumsel Chairul S Matdiah SH, MH, MKes bisa dijadikan contoh sosok yang komplet sebagai pejuang kehidupan sebelum meraih impian. Kehidupan masa kecil yang harus bekerja keras membuka warung untuk menjual kopi hangat di bawah jembatan Ampera, lalu jadi wartawan, dilanjutkan meniti karir sebagai pengacara.

Kemudian terjun ke dunia politik hingga kini, bahkan pernah mengalami sakit serius hingga menjalani cangkok ginjal dan operasi jantung membuat Chairul komplet dalam menjalani kehidupan dari kesusahan menjadi kebahagiaan.

Saat ini Chairul hidup berbahagia dengan keluarga tercinta yakni istri Hj Anisah Mardin serta empat orang putra-putri (dr Dian Permatasari, Yeni Rosadamayanti, Muhammad Jaya Sahputra, dan Muhammad Rizki Prawira), dua orang mantu (Sayidina Umar dan Muhammad Ivandri), serta tiga orang cucu (Muhammad Sandi Al-Fatih, Muhammad Randi Al-Fajri, dan Muhammad Abyan).

Semua perjuangan dan lika-liku kehidupan dijalani dengan riang gembira, tak pernah terbersit dari seorang Chairul S Matdiah perasaan bersedih.

Bahkan selera humornya lumayan tinggi, sehingga membuat orang-orang disekelilingnya juga larut dalam kegembiraan.

Namun satu hal yang tak banyak diketahui orang adalah Chairul S Matdiah gemar bersedekah, dan diakuinya sedekah inilah yang membawanya dalam kehidupan bahagia hingga sekarang.

“Sedekah saya mulai sejak muda hingga sekarang, bahkan gaji saya sebagai anggota dewan saya gunakan untuk bersedekah, sedangkan kehidupan sehari-hari keluarga saya ambil dari pendapatan sebagai pengacara,” katanya memulai kisah kehidupannya saat dibincangi di kediamannya yang megah dan asri.

Dikisahkan, saat kelas 1 SMP hingga kelas 3 SMA (1977-1984) dia berjualan kopi di bawah jembatan Ampera. Chairul kecil berjualan kopi sejak pukul 03.00 dinihari WIB hingga pukul 06.00 WIB. Setelah berjualan kopi dia langsung menyiapkan diri untuk bersekolah.

“Awal berjualan kopi karena uang bulanan yang dikirimkan ayah dari desa sering telat. Dulu transportasi tidak seperti saat ini. Kadang 3 hari 3 malam uang kiriman baru sampai,” cerita pria kelahiran Gajah Mati, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) 2 Juli 1964 ini.

Dari hasil berjualan kopi dia dapat mengumpulkan uang Rp150 ribu per hari.

“Satu cangkir kopi susu saya jual 15 ribu rupiah. Sehari bisa terjual 400 cangkir. Saat itu saya seperti monopoli, jadi saya mendapat keuntungan yang cukup besar dari berjualan kopi,” kata bapak empat anak itu.

Uang hasil berjualan kopi dia gunakan untuk biaya hidup dan kebutuhan sekolah. Sementara uang bulanan yang dikirim oleh sang ayah dia tabungkan.

“Ayah saya termasuk orang mampu sebagai pengusaha kayu olahan di Kabupaten OKI dan Mesuji, Lampung utara. Setelah dua tahun berjualan kopi, ayah saya baru mengetahui kabar itu, namun dia tidak marah dan tidak melarang saya melanjutkan berjualan kopi,” terang Chairul yang pernah menjabat Wakil Ketua DPRD dan kini menjadi Sekretaris Komisi 1 DPRD Sumsel tersebut.

Setalah lulus SMA, Chairul menjadi seorang wartawan, sejak 1986, saat itulah dia mulai menyisihkan penghasilannya untuk bersedekah nasi bungkus, hampir tiap hari Senin hingga Jumat.

“Untuk bersedekah tidak perlu menunggu kaya, cukup dengan apa yang kita miliki sekarang atau bahkan tidak berkecukupan, namun mampu konsisten bersedekah,“ ungkap anak tertua pasangan H Matdiah Faat dan Hj Rodiah Matdiah ini.

Sedekah nasi bungkus itu secara konsisten dilakukan hingga sekarang. “Nasi itu saya bagikan ke jalan, pesantren, anak yatim dan warga yang membutuhkan, jadi bukan dibagikan di daerah pemilihan (Dapil) saya.

Jika saya berhalangan hadir maka keluarga yang membagikan. Niatnya supaya diberikan kesehatan oleh Allah SWT. Mertua dan orang tua saya yang sudah meninggal saya sisihkan 400 bungkus per bulan,” jelasnya.

Untuk nasi bungkus yang dibagikan, dia beli dari adiknya sendiri yang berjualan nasi bungkus di Jalan Kapten A Rivai, depan Pengadilan Negeri (PN) Palembang, atau kantor hukum sewaktu dia masih menjadi pengacara. Menyisihkan sedikit rezeki untuk berbagi makan dengan mereka yang membutuhkan adalah sifat seorang muslim.

“Muslim yang baik adalah yang mau membantu saudaranya yang sedang kesusahan. Mari bersedekah.,“ ajak Chairul S Matdiah.

“Sekarang, penghasilan saya di DPRD Sumsel, baik gaji dan tunjangan semuanya saya sedekahkan lewat nasi bungkus dan  saya ambil juga dari hasil saya sewaktu jadi advokat untuk bersedekah,” tambahnya sambal menyebut hati jadi tenang bahagia kalau bisa berbagi nasi bungkus.

Chairul menjadi anggota DPRD periode 2014-2019, 2019-2024, dan pada Pileg Februari lalu juga berhasil duduk menjadi anggota DPRD Sumsel periode 2024-2029. Menariknya Chairul mengaku tidak banyak mengeluarkan ongkos politik untuk duduk menjadi wakil rakyat, tidak seperti caleg lain yang harus mengeluarkan biaya miliaran rupiah untuk mendapatkan kursi, bahkan ada yang gagal meskipun mengeluarkan banyak uang.

“Pengeluaran saya relatif sedikit. Saya bermodal keyakinan saja terpilih, tidak dengan menyuap masyarakat atau membeli suara,” katanya dengan mimik serius.

Karir Terus Meroket

Lebih lanjut dalam perbincangan tersebut Chairul mengatakan, perjalanan menjadi seorang profesional tentu tidak mudah.

Dia ingat betul perjuangannya. Belajar yang rajin dan fokus pada tujuan. Karena saat mengawali karirnya, semua masih serba susah.

“Semua kesuksesan tidak semudah membalikan telapak tangan. Penuh perjuangan dan kerja keras yang sangat luar biasa untuk meraih semuanya,” ujar Chairul yang alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang ini.

Setelah menjadi wartawan sejak 1986, Chairul mengawali profesi menjadi pengacara pada tahun 1995 di Jakarta. Belum lama di Jakarta, dia mendapat surat dari pengacara senior Bambang Haryanto.

Chairul ditawari bergabung menjadi pengacara di Bambang Haryanto and Partners dan berkantor di Jalan Mayor Ruslan, Palembang.

“Saat ikut Pak Bambang saya masih merangkap jadi kontributor RCTI, dan pada tahun 1998 saya mengundurkan diri dari RCTI. Jujur waktu itu saya belum laku jadi lawyer, baru laku setelah buka kantor sendiri. Namun saya belajar dari Pak Bambang yang mengarahkan, membimbing, dan mendidik saya hingga menjadi seperti ini,” ujar Chairul.

Setelah mendapat Surat Keputusan (SK) pengacara dari Menteri Kehakiman Nomor: D53.KP.04.13.1996 di tahun 1996, dia kemudian memisahkan diri dari Kantor Bambang Haryanto and Partners dan membuka kantor sendiri di Kamboja, Kecamatan Ilir Timur (IT) 1. Kemudian di tahun 2000, dia membeli sebuah ruko di Jalan Kapten A Rivai, Nomor: 1436, Kelurahan 20 Ilir, Kecamatan IT I, Palembang, yang kemudian dijadikan Kantor Pengacara H Chairul S Matdiah, SH.

“Pada waktu itu kakak angkat saya Ir Irwan Effendi mengenalkan saya dengan Koko Gunawan Thamrin, pemilik Thamrin Brother’s yang lalu menjadi klien saya. Waktu itu saya digaji 4 juta rupiah per bulan atau 50 juta rupiah per tahun untuk biaya operasional kantor pengacara,” katanya.

Chairul menambahkan pengacara itu profesi mulia, membantu orang, meskipun bayar. Tapi mereka harus mengatakan kebenaran dan melaksanakan sesuai hukum dan aturan.

“Seorang pengacara memegang tanggung jawab untuk memandu kliennya melewati sistem hukum dengan keahlian serta kebijaksanaan,” tegasnya.

Sejak tahun 2000 dapat dibilang adalah karirnya sebagai pengacara meroket. Berawal dengan perkenalannya dengan Ir H Syahrial Oesman, MM, yang pada waktu itu menjabat Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) periode 2000-2003.

“Saya dikenalkan oleh kakak angkat saya Irwan Effendi. Dari situ saya mulai berkomunikasi dengan Pak Syahrial Oesman,” katanya. Syahrial lalu terpilih menjadi Gubernur Sumatera Selatan periode 2003-2008.

“Saya diajak Kak Irwan Effendi menjadi tim sukses Pak Syahrial Oesman. Setelah Syahrial menjadi gubernur, saya kemudian dijadikan pengacara Pemprov Sumsel dan staf ahli pemerintah daerah, tapi lebih dikenal sebagai pengacara Pemprov,” ujar Chairul.

Di masa Syahrial menjadi Gubernur Sumsel periode 2003-2008, banyak perusahaan yang menggunakan jasanya sebagai pengacara. Di Sumsel ada 35 perusahaan dan di Jakarta 10 perusahaan.

“Selama bersama Pak Syahrial, saya memiliki kedekatan dengan beberapa perusahaan besar dan beberapa saya pegang seperti Conoco Phillips dan PT Medco Energi Indonesia. Kedekatan itu juga berlangsung di Jakarta. Banyak perusahaan sawit dan perminyakan yang saya pegang di seluruh Sumsel dan Jakarta. Di situlah keberhasilan saya,” ujar Wakil Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Sumsel periode 2003-2008 itu. Selama menjadi pengacara ada 100 kasus perdata dan 200 pidana yang dia tangani. Juga ada kasus Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Niaga, namun itu bisa dihitung dengan jari.

Dari Syahrial ke Fauzi Bowo

Pasang surut karir pengacara dirasakan Chairul di akhir tahun 2008. Pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumsel 2008, Syahrial kalah dalam pemilihan dan tak lagi menjadi gubernur.

Pasangan Syahrial Oesman-Helmy Yahya kalah dari pasangan Alex Noerdin-Eddy Yusuf.

“Setelah Pak Syahrial tidak lagi menjadi gubernur, 90 persen perusahaan di Sumsel berhenti memakai saya menjadi lawyer perusahaan. Mereka menganggap saya bukan orang Pak Alex, tapi orang Syahrial,” ucap lulusan S2 Magister Hukum di Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Semarang ini.

Beruntung, setelah Syahrial kalah, Chairul masih memiliki kedekatan dengan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo atau Foke (2007-2012).

Kedekatan itu membuat sejumlah perusahaan besar kembali menggunakan jasanya sebagai lawyer. “Banyak perusahaan di Jakarta saya pegang, hampir 30 perusahaan. Kantor saya ada di Bellezza Permata Hijau Jakarta.

Jadi dua orang inilah (Syahrial Oesman dan Fauzi Bowo) yang sangat terkesan dan banyak membantu karir saya di lawyer,” terang Chairul.

Pada Pilkada Sumsel 2013-2018, Alex Noerdin yang berpasangan dengan Ishak Mekki kembali terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumsel.

“Waktu Pak Ishak Mekki jadi jadi Bupati Ogan Komering ilir, saya bertemu Pak Alex Noerdin di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, dikenalkan oleh Pak Ishak Mekki. Setelah pertemuan dengan pak Alex Noerdin ada beberapa perusahaan yang kembali saya pegang,” katanya.

“Tapi waktu Pak Ishak Mekki mencalonkan diri sebagai Gubenur Sumsel perusahaan yang baru mendekati saya menjadi lawyer langsung meninggalkan saya menjadi lawyer perusahaan, kecuali perusahaan yang dekat dengan saya seperti Thamrin Brother’s yang tetap pakai saya,” biarpun akhirnya Pak Ishak menjadi wakil gubernur bersama Alex Noerdin.

“Tahun 2014 saya diajak Pak Ishak Mekki menjadi calon Anggota DPRD Sumsel 2014-2019 dari Partai Demokrat, dan Alhamdulillah terpilih. Atas perintah Pak Ishak Mekki menjadi pimpinan DPRD Sumsel, di situlah saya berkecimpung di dunia legislatif. Semua atribut lawyer saya tinggalkan di tahun 2014,” ungkapnya.

Awal Tertarik Politik

Chairul lalu menceritakan awal mula munculnya ketertarikan terhadap Partai Demokrat. Chairul mengungkapkan ketertarikan kepada partai berlambang Mercy itu mulai muncul di tahun 2000. “Saya bergabung ke Partai Demokrat pada tahun 2000. Saat itu pak Dr H Achmad Djauhari menjabat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Sumsel,” ujar Chairul.

Ia mengatakan, diajak bergabung ke Partai Demokrat oleh Dr H Marzuki Alie, SE, MM, yang saat itu menjabat Direktur Keuangan PT Semen Baturaja. “Pak Marzuki Alie ajak saya gabung ke Partai Demokrat. Saat itu saya adalah lawyer atau penasihat hukum dari PT Semen Baturaja,” katanya.

Tawaran Marzuki Alie, belum langsung disetujui, termasuk saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengarahkannya untuk gabung ke partai setelah SBY memutuskan pensiun lebih dini dari militer. “Saya kenal dengan pak SBY saat beliau menjabat Komandan Korem (Danrem) 072/Pamungkas Yogyakarta tahun 1995. Saat itulah masa SBY ditunjuk untuk memimpin pasukan perdamaian PBB di Negara Bosnia-Herzegovina. Kemudian saat menjadi Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997),” kata Chairul.

“Meski diarahkan dan diajak bergabung ke Partai Demokrat, tapi saya belum minat karena kesibukan saya menjadi lawyer di Palembang dan Jakarta. Namun setelah berpikir panjang, baru akhirnya saya menerima tawaran gabung Partai Demokrat,” sambungnya.

Setelah bergabung Partai Demokrat, tahun 2007 Chairul dipercaya menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat OKI. Di sinilah, cerita dia akan dilengserkan oleh rekan sesama partai. Chairul mengatakan, pada tahun 2010, menjelang Musyawarah Daerah (Musda) Partai Demokrat Sumsel, dia ditinggalkan DPC Demokrat yang lain dan justru dilengserkan jelang Musda.

Jelang Musda Demokrat Sumsel, ada beberapa nama yang muncul seperti Ishak Mekki (Bupati OKI), Herman Deru (Bupati OKU Timur) dan Eddy Yusuf (Wakil Gubernur Sumsel). Namun dia hendak dilengserkan karena dituding tidak mendukung Ishak Mekki, melainkan condong ke Herman Deru.

“Saya dituduh tidak mendukung Ishak Mekki dan lebih memilih Herman Deru, padahal saya belum ada pilihan, namun justru ditinggalkan oleh DPC lain. Pada saat itulah saya hendak dilengserkan dan diganti kader Demokrat OKI. Namun saya tidak melawan dan akhirnya kudeta batal dan saya tidak jadi diganti, karena mereka tahu saya adalah kader Partai Demokrat yang loyal,” terang Wakil Ketua DPD Demokrat Sumsel Bidang Hukum itu.

Masih di tahun 2010, sebelum Musda digelar, Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum meminta Ishak Mekki menemui Marzuki Alie untuk menjadi Ketua DPD Provinsi Sumatera Selatan karena urusan pencalonan di Sumsel atas keputusan Anas Urbaningrum. “Lalu saya di telpon Ishak Mekki untuk berangkat ke Jakarta karena dia tahu kedekatan hubungan saya dengan Marzuki Alie. Kemudian Ishak Mekki bertemu dengan Marzuki Alie di ruangan kerja Ketua DPR RI. Saat itu Marzuki Alie merestui pencalonan Ishak Mekki,” katanya.

“Jadi melalui saya akhirnya bisa bertemu Marzuki Alie yang saat itu menjabat Ketua DPR RI. Akhirnya Ketua DPC Demokrat se-Sumsel secara aklamasi mendukung Ishak Mekki dan tuduhan bahwa saya tidak mendukung Ishak Mekki terbantah,” Chairul menambahkan. Dan di masa mendatang hubungannya dengan Ishak Mekki semakin dekat.

Cangkok Ginjal dan Operasi Jantung

Semua manusia tidak ada yang sempurna, di tengah kerja keras untuk meraih sukses dan beramal untuk sesama, Chairul S Matdiah didera penyakit. Dia divonis dokter mengalami infeksi ginjal pada tahun 2005. “Saya kena infeksi ginjal dan berobat di Rumah Sakit Primaya Pusat Gereja Indonesia Cikini atau Rumah Sakit Cikini. Ada 5 kantung nanah di ginjal saya,” ujar Chairul.

Setelah divonis menderita infeksi ginjal, Chairul dibawa kakak angkatnya Ir Irwan Effendi, untuk menjalani operasi di Mount Elizabeth Hospital Singapura. Chairul dirawat oleh Dr Lye Wai Choong, dokter internis dengan sub spesialis ginjal (nefrologi) yang praktik di Mount Elizabeth Hospital. Lye Wai Choong merupakan lulusan dokter dari Australia, Singapura, dan Inggris.

“Dr Lye Wai Choong bilang ke saya, Chairul, carilah ginjal kalau tidak mau cuci darah di tahun 2007. Kalau tidak mau cuci darah, siapkanlah dari sekarang,” ujar Chairul mengulang ucapan Dr Lye Wai Choong ketika itu.

Setelah mendapat penjelasan Dr Lye Wai Choong, perasaannya berkecamuk. Ada perasaan cemas, takut dan kalut jika harus menjalani cuci darah. Bayang-bayang menjalani cuci darah dalam jangka panjang, terus membayanginya.

“Alhamdulillah adek misan saya, mak aku dan bapak dia dua beradek, dan dia secara sukarela kasih ginjalnya. Namanya Bambang Sugiarto,” katanya.

“Kenapa dia mau kasih ginjalnya ke saya karena saya misannya, dia mau lihat kakaknya hidup. Sekarang dia (Bambang Sugiarto) masih hidup dan dalam kondisi sehat. Dia kasih ginjalnya tidak dibayar alias gratis,” sambungnya.

Setelah mendapat pendonor ginjal, dia langsung menjalani operasi transplantasi ginjal atau pencangkokan ginjal, yakni prosedur bedah untuk mengganti organ ginjal yang telah mengalami kerusakan akibat gagal ginjal kronis stadium akhir.

“Operasi pertama dilakukan tahun 2007 di Mount Elizabeth Hospital. Operasi cangkok ginjal itu berhasil, namun saya harus tetap rajin mengonsumsi obat,” ujar Wakil Ketua Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Sumsel periode 2003-2008 ini. Penderitaan Chairul rupanya belum berhenti. Tahun 2013, dia terkena serangan jantung dan harus dipasang Ring 3 atau alat bantu yang berperan penting dalam mengatasi penyumbatan pembuluh darah koroner di jantung.

“Saya menjalani operasi jantung di RS Medistra Jakarta Selatan oleh Prod dr T Santoso S, MD, FACC, FESC. Sebelumnya tahun 2003, jantung saya juga sudah dipasang ring oleh Prof dr Ali Gani di Rumah Sakit dr Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang,” katanya.

“Setelah berobat di Jakarta, saya dibawa ke Mount Elizabeth Hospital untuk menjalani kontrol bersama dokter Richard,” sambung dia. Penyakit jantung yang dialami Chairul berimbas pada kondisi ginjalnya. Operasi cangkok ginjal yang pertama hanya bertahan 11 tahun.

“Ya, cangkok pertama bertahan 11 tahun. Kata dokter tergantung kondisi tubuh masing-masing. Ada orang yang bertahan 22 tahun hingga 30 tahun usai operasi cangkok ginjal. Apalagi saya ada penyakit kencing manis. Kata dokter penyebabnya karena kecapean dan kurang minum air putih,” ucapnya.

Karena kondisi tubuh yang menurun, Chairul harus kembali mendapatkan pendonor ginjal. Kabar gembira datang di tahun 2018. Dia mendapat informasi ada pendonor ginjal di negara Kamboja.

“Tahun 2018 saya kembali cangkok ginjal yang kedua di Kamboja. Saya berada di Kamboja selama 9 hari, 7 hari menginap sebelum operasi dan 2 hari menjalani operasi. Setelah operasi berhasil, saya harus menyewa pesawat pribadi menuju Singapura untuk dirawat di Mount Elizabeth Hospital,” tuturnya.

Lalu berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk donor ginjal dan operasi cangkok ginjal? “Tidak usah disebut nominalnya, yang pasti mahal,” katanya. “Iya miliaran. Biaya RS dan peralatan yang mahal. Seperti cangkok ginjal yang kedua, saya bayar ginjalnya dari orang Kamboja, harus menyewa pesawat pribadi menuju Singapura, karena setelah operasi saya kan tiduran di pesawat. Dan biaya menginap sembilan hari di Kamboja dan satu bulan perawatan di Singapura,” terang Chairul.

“Mudah-mudahan ini yang terakhir dan cangkok ginjal ini bertahan hingga saya meninggal dunia. Mohon doanya agar saya tetap diberikan kesehatan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Aamiin,” kata Chairul berdoa lalu menutup perbincangan. (csm)