JAKARTA, SUMSEL JARRAKPOS, – Penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi fasilitas kredit Bank Rakyat Indonesia (BRI) senilai Rp1,3 triliun kepada PT BSS dan PT SAL dinilai berjalan berlarut-larut. Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI) menduga ada indikasi kesengajaan memperlambat proses penyidikan, bahkan menyembunyikan peran sejumlah aktor penting di balik perkara jumbo ini.
Deputi K-MAKI, Feri Kurniawan, dalam surat permohonan resmi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meminta lembaga antirasuah turun tangan melakukan supervisi ketat. Menurutnya, perkara korupsi di Sumatera Selatan kerap berhenti di level bawah tanpa menjerat dalang utama.
“Kasus PTSL, dana pokir Banyuasin, hingga Bank Sumsel saja belum menyentuh aktor utama. Sekarang perkara kredit fiktif BRI Rp1,3 triliun pun lamban. KPK seperti ogah-ogahan menyentuhnya,” ujar Feri, Senin (22/9).
Feri menyoroti kejanggalan pada mekanisme pemberian fasilitas kredit jumbo tersebut. Ia menyebut sejumlah lembaga strategis justru tak tersentuh, mulai dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), Kepala Kanwil BPN Sumsel beserta staf, hingga Kepala BPN di Banyuasin dan Musi Rawas. Nama pemegang saham PT BSS dan PT SAL berinisial WS, serta jajaran Direksi BRI, juga disebut seolah kebal hukum.
Lebih jauh, Feri menduga covernote dari BPN Sumsel menjadi pintu masuk utama yang meloloskan kredit triliunan rupiah itu. Covernote tersebut diduga merekomendasikan lahan berstatus HGU yang masih dalam proses penerbitan sebagai agunan kredit.
“Lahan kosong yang belum clean and clear justru dijadikan agunan kredit modal kerja Rp1,3 triliun. Padahal potensi kerugian negara mencapai Rp800 miliar,” tegas Feri.
Sosok WS kembali disebut sebagai figur sentral. Ia dikenal sebagai pemegang saham mayoritas PT PU yang punya pengaruh besar, baik di Sumatera Selatan maupun di tingkat nasional. Feri menduga, posisi kuat WS membuatnya seolah terlindungi dari jeratan hukum meski perkara berpotensi merugikan keuangan negara dalam jumlah raksasa.
K-MAKI juga mengendus adanya konspirasi berjamaah yang melibatkan sejumlah pejabat, mulai dari oknum di BPN, Kementerian ATR, hingga direksi BRI. “Ada pola persekongkolan. Uang dan pengaruh politik seakan lebih berkuasa daripada hukum. Ini berbahaya,” kata Feri.
Feri menegaskan, bila perkara terus dibiarkan mandek, kepercayaan publik pada aparat penegak hukum akan semakin tergerus,” pungkasnya. (WNA)